Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat pada 2021 instansi itu menerima permohonan dan konsultasi terbanyak atau tertinggi sejak berdiri pada 2008.
“Total 3.027 pengaduan yang terdiri dari permohonan dan konsultasi yang berasal dari 34 provinsi dan tersebar di 256 kabupaten/kota,” kata Hasto Atmojo Suroyo Ketua LPSK di Jakarta, Senin (14/2/2022), seperti dilaporkan Antara.
Hal itu disampaikan Hasto dalam Rapat Kerja dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Senayan, Jakarta.
Hasto mengatakan kurun waktu 2021 atau memasuki tahun kedua pandemi Covid-19, ternyata tidak berkorelasi dengan turunnya angka kejahatan. Bahkan, dalam beberapa jenis tindak pidana malah menunjukkan tren peningkatan khususnya kekerasan seksual terhadap anak.
Selain tren kenaikan kejahatan, menurut Hasto, permohonan ke LPSK juga dipengaruhi batas akhir waktu bagi lembaga itu memenuhi hak atas kompensasi bagi korban terorisme masa lalu sebagai mandat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Dalam undang-undang itu diatur bahwa korban yang mendapatkan haknya (kompensasi) tidak hanya dari Indonesia, tetapi juga WNI yang tinggal di luar negeri. Termasuk juga Warga Negara Asing (WNA) dari Singapura, Amerika Serikat, Belanda, Jerman, Australia dan Selandia Baru.
Masih di periode 2021, LPSK mengidentifikasi 357 korban terorisme masa lalu, dan menyerahkan kompensasi bagi 355 orang korban dengan nilai Rp59.220.000.000.
“Untuk kompensasi dua korban lainnya akan dirampungkan awal tahun ini,” ujar Hasto.
Dengan demikian, total pemenuhan hak saksi dan korban pada 2021 diberikan kepada 2.470 terlindung dengan 4.115 bentuk program perlindungan yang tersebar di 31 provinsi dengan 199 kabupaten/kota.
Program yang dimaksud mulai dari perlindungan fisik, pemberian bantuan medis maupun rehabilitasi psikologis, fasilitasi ganti rugi korban sesuai putusan pengadilan, pembayaran kompensasi, beserta hak-hak lainnya sesuai undang-undang.(ant/iss)