Pengelola rumah sakit yang tergabung dalam Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) mengatakan kendala ‘klaim dispute’ dalam keterlambatan pembayaran perawatan pasien Covid-19 dari pemerintah karena peraturan yang bersifat dinamis.
“Peraturan Kementerian Kesehatan yang sering berubah karena perkembangan Covid-19, baik peraturan terkait pelayanan medis dan administrasi klaim, sehingga rumah sakit harus mengupdate peraturan tersebut,” kata Fajaruddin Sihombing Ketua Kompartemen Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) yang dilaporkan Antara, Senin (14/2/2022).
Klaim ‘dispute’ merupakan ketidaksepakatan yang terjadi antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan fasilitas kesehatan atas klaim pelayanan. Prosedur klaim dimulai dari pengajuan klaim oleh rumah sakit kemudian diverifikasi oleh BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan kabupaten/kota.
Menurut Fajaruddin sumber daya manusia (SDM) di rumah sakit memerlukan waktu untuk beradaptasi pada setiap perubahan aturan yang berlaku.
Sedangkan kendala lain yang memengaruhi kelengkapan dokumen persyaratan klaim adalah kondisi di sektor pelayanan, terutama di daerah yang kesulitan untuk memenuhi regulasi.
Selama pandemi, kata Fajaruddin, beberapa staf rumah sakit yang bertugas mengajukan klaim beberapa kali dilaporkan terpapar Covid-19. “Sehingga harus isolasi mandiri dan dirawat, itu menjadi kendala tersendiri bagi kami untuk mengajukan klaim,” katanya.
Ia mengatakan situasi itu menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya tunggakan dana klaim perawatan pasien Covid-19 dari Kementerian Kesehatan hingga mencapai Rp25,1 triliun yang terjadi pada 2021.
Menurut Fajaruddin besaran biaya tunggakan pelayanan Covid-19 di rumah sakit diperkirakan cukup besar sebab banyak masyarakat yang memilih perawatan di rumah sakit swasta selama pandemi.
“Jumlahnya diperkirakan akan berkembang terus karena pelayanan berlangsung terus. Karena rumah sakit swasta yang melayani Covid-19 banyak, maka tunggakan pembayaran kepada kami juga besar,” katanya.
Dikatakan Fajaruddin tunggakan pembayaran klaim Covid-19 dari pemerintah sangat dibutuhkan pengelola rumah sakit swasta untuk segera dibayar. Tujuannya agar pengelola bisa memenuhi kebutuhan pelayanan untuk pasien Covid-19 yang jumlahnya saat ini terus meningkat.
Ia mengatakan ARSSI sudah beberapa kali mengadakan sosialisasi seputar regulasi pelayanan dan klaim Covid-19 bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan.
“Beberapa rumah sakit anggota ARSSI sebenarnya sudah baik dalam tata kelola medis dan tata kelola klaim, sehingga ARSSI juga mendorong agar rumah sakit anggota ARSSI yang lain bisa belajar dan menirunya,” katanya.
Fajaruddin berharap agar pemerintah memperpanjang ketentuan masa kedaluwarsa pengajuan administrasi klaim sehingga memberi waktu bagi rumah sakit memperbaiki berkas administrasi secara baik dan benar.
“Waktu dua bulan masa kedaluwarsa klaim dirasa kurang, apalagi kondisi saat ini pandemi, bila dibandingkan dengan pelayanan JKN, masa kedaluwarsa klaimnya lebih panjang 6 bulan, padahal pelayanan JKN dalam kondisi normal,” katanya.
Sebelumnya Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan RI Siti Khalimah dalam konferensi pers pada Ahad (13/2) melaporkan terjadi klaim dispute pelayanan pasien Covid-19 2021 yang belum terbayarkan senilai Rp25,1 triliun.
Selain itu, ada pula tambahan tunggakan dispute tahun 2021 yang harus dibayarkan pada 2022 berjumlah Rp12,94 triliun.
“Klaim dispute 2021 sebanyak Rp12,94 triliun. Kami lakukan untuk bisa segera membayarkan klaim tahun 2021 yang masih belum kami bayarkan juga ada Rp25,1 triliun. Teman-teman Tim Penyelesaian Klaim Dispute (TPKD), tidak berhenti untuk melakukan verifikasi,” katanya.
Siti meminta pengelola rumah sakit untuk segera mengembalikan surat Berita Acara Rekonsiliasi (BAR) atau dokumen yang menyatakan bahwa proses rekonsiliasi telah dilaksanakan serta telah menunjukkan hasil yang sama atau memenuhi kriteria pengajuan klaim Covid-19.(ant/iss/ipg)