Sabtu, 23 November 2024

Jatim Satu-satunya Provinsi yang Melandaskan Kebijakan pada Pancasila

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Dr. Daniel Dakhidae pengamat politik saat menjadi pembicara dalam seminar internasional "Pancasila dalam Taman Sari Peradaban Dunia" di Surabaya, Senin (3/12/2018). Foto: Denza suarasurabaya.net

Dr. Daniel Dakhidae pengamat politik yang fokus pada studi kekuasaan menjadi pembicara dalam seminar internasional “Pancasila dalam Taman Sari Peradaban Dunia” di Surabaya, Senin (3/12/2018).

Di acara yang diselenggarakan atas kerja sama Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur itu, Daniel mengatakan hanya Provinsi Jawa Timur yang sudah menerapkan kebijakan berlandaskan Pancasila.

“Saya kira sangat tepat seminar ini digelar di Jawa Timur. Karena menurut saya, cuma Jawa Timur satu-satunya Provinsi yang kebijakannya, terutama kebijakan ekonominya, berlandaskan Pancasila. Saya tidak melihat itu di provinsi lain. Bahkan tidak di Jakarta dengan Neo Liberalisme-nya,” ujarnya.

Menurutnya, implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari adalah sebuah keniscayaan untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik. Tidak sebatas pada pendidikan moral, dia menegaskan Pancasila lebih dari itu.

“Pancasila adalah starting ideologi. Tidak hanya berkaitan dengan moral saja. Dia adalah ideologi awal sebuah negara. Karena itu kebijakan ekonomi juga harus berlandaskan Pancasila,” katanya.

Hariyono Pelaksana Tugas Kepala BPIP mengatakan hal senada. Dia menegaskan, kata kunci dalam Pancasila adalah gotong royong. Menurutnya, gotong royong inilah yang diterapkan dalam kebijakan di Jawa Timur.

“Dari praktik yang dilakukan Pakde Karwo (Soekarwo Gubernur Jawa Timur, red), banyak kebijakan yang berlandaskan nilai dasar Pancasila. Kami senang dengan praktik ini,” ujarnya.

Karena itu BPIP memilih menyelenggarakan seminar internasional yang bertujuan menjawab sejumlah pertanyaan, terutama soal kedudukan Pancasila di antara ideologi-ideologi dunia, di Jawa Timur.

“Sebab, praktik yang dilakukan Pemprov Jatim ini tidak hanya diapresiasi BPIP, tetapi juga diapresiasi Presiden. Jawa Timur menjadi best practice pemerintahan yang akan ditularkan ke provinsi lainnya di Indonesia,” katanya.

Kemandirian ekonomi di Jawa Timur, yang dikaitkan dengan nilai gotong-royong sebagai kata kunci Pancasila itulah, yang menurutnya, patut ditiru oleh provinsi lain di Indonesia.

Salah satu yang dia ulas adalah keinginan Pakde Karwo melakukan reorientasi budaya agar bukan hanya menjadi alat melihat masa lalu tapi juga menjadi alat untuk memperbaiki masa depan.

“Pakde Karwo sangat mengapresiasi sutradara ludruk yang mau mengubah tokoh-tokoh cerita ludruk itu mengalami kemenangan di akhir cerita. Sakerah dan Sarip Tambak Oso misalnya,” ujarnya.

Dia mengatakan, tokoh-tokoh ludruk ini menjadi perlambang jati diri bangsa. Kalau kemudian tokoh-tokoh ini selalu kalah di akhir cerita, bagaimana budaya bisa menumbuhkan kebanggaan sebuah bangsa? Demikian Hariyono mengutip pemikiran Pakde Karwo.

Maka, menurutnya, akan menjadi wajar bila pembangunan ekonomi dan infrastruktur, tidak bisa tidak, harus dikaitkan dengan budaya dan sejarah bangsa itu sendiri agar tidak tercerabut nilai-nilai luhur yang telah ada.

Seperti yang dikatakan Soekarwo. Sebagai Gubernur Jawa Timur dia memandang liberalisasi telah gagal karena yang ada hanyalah proses yang diterabas untuk mencapai sebuah output secara cepat tapi outcome-nya tidak seperti yang diinginkan.

“Proses kultur dalam liberalisasi ini benar-benar tercerabut,” ujarnya sebagaimana dia sampaikan dalam pidato pembukaannya yang berjudul Kegagalan Liberalisme dan Pancasila sebagai Working Ideology.

Pakde Karwo menekankan pembangunan Jawa Timur yang berbasis kebudayaan. Sebagaimana yang dia susun sejak 2014 lalu bekerja sama dengan BPIP.

“Banyak proses nilai tambah pembangunan itu lepas dari konteks kulturalnya. Padahal pembangunan itu tidak pernah lepas dari budaya. Contohnya, korporasi petani. Pematang air itu bagian dari kultur Pancasila, musyawarah mufakat itu,” katanya.

Penerapan kebijakan dengan pelibatan semua elemen masyarakat, kata Pakde Karwo, juga menjadi sebuah budaya yang memang sudah melekat pada karakter orang-orang Jawa Timur.

Di bidang politik misalnya, dia memiliki program mendatangi kantor Partai Politik setiap tiga bulan sekali. Karena itulah, dia mengklaim lima tahun belakangan ini penetapan sebuah kebijakan di DPRD tidak pernah dengan voting atau suara terbanyak.

“Semuanya melalui proses musyawarah mufakat,” ujarnya. Demikian juga dalam menghadapi demonstran. Ada kesepakatan antara Pemprov Jatim dengan lembaga yang menaungi demonstran.

“Kalau demonstrasinya substantif, saya maupun Gus Ipul akan menemui. Sebaliknya, kalau demonstrasi itu anarkis, polisi bisa memindahkan mereka dari lokasi unjuk rasa. Itu sudah disepakati,” katanya.(den/tin/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
28o
Kurs