Banyak modus kejahatan yang dilakukan oleh pelaku untuk melancarkan aksinya. Pendengar dan pengakses Suara Surabaya bercerita berbagai modus kejahatan yang dialami mereka.
Warganet dengan akun Bundanya Cira Chiara di wall e100 menuliskan, “Beberapa hari lalu dapat info teman adik saya dipepet orang di sekitar dinoyo dekat kampus. Diikuti trus akhirnya dipepet disuruh berhenti motornya. Karena takut teman adik saya tersebut malah tancap gas sekencang mungkin, alhamdulillah selamat.”
Budi Steven, pendengar SS membagikan modus lain yang dialaminya. Dia pernah terkena tembak ban di daerah Tropodo arah Juanda. Ada orang yang menunjuk ke arah mobilnya sekana-akan memberi tahu. “Tapi saya gak mau berhenti soalnya tahu pasti modus. Akhirnya saya pergi ke Indomaret untuk ganti ban sendiri,” ungkapnya.
Modus kejahatan di transportasi umum dialami oleh netter Aurellia Auretha. Dia mencurhatkannya melalui e100.
“Pernah ngalamin dari stasiun wonokromo ke bungurasih naik bemo kuning. Niat mau ambil motor diparkiran terminal. Di dalam bemo cuma ada aku, mas mas bertopi jaket hitam, sopir angkot dan ibu ibu pakai gamis maskeran duduk dekat sopir. Saat saya mau bilang turun jembatan penyebrangan depan pintu keluar bungurasih. Pak sopirnya bilang gausah mbak putar balik aja langsung depan pintu keluar. Oke baiklah aku percaya, tapi tiba tiba mas mas yang pakai topi jaket hitam hoex hoex katanya masuk angin minta dibukakan jendela bemo. Terus tiba tiba duduk dikursi kecil kayu dekat pintu. Saat saya turun masnya ini gamau pindah tempat, pura pura kakinya keinjak kaki saya. Tapi ternyata tangannya masuk saku celana mau ambil hp. Lalu aku teriak copet copet eh bapak sopirnya tancap gas, ibuibu dan copet tersebut ga turun. Jadi bisa disimpulkan mereka ada komplotan. Setelah itu saya lebih milih naik gojek lebih mahal sedikit. Kejadian awal tahun 2021.”
Menurut Riza Alfianto Kurniawan pakar hukum pidana dari Universitas Airlangga, siapa saja bisa menjadi calon korban potensial modus tindak kejahatan.
“Memang banyak modus tindak pidana atau kejahatan yang intinya mengincar korban. Modus tindak pidana berkembang seiring adanya peluang kejahatan. Kita ini semua calon korban potensial,” ungkapnya kepada Radio Suara Surabaya, Sabtu (5/2/2022).
Saat melihat modus-modus kejahatan ini, bentuk pertolongan yang bisa dilakukan adalah melaporkan kepada pihak yang berwenang seperti polisi. Karena tak jarang, niat baik untuk menolong justru disalahartikan bahkan dimanfaatkan.
“Kalau melihat kecelakaan, ingin menolong malah dituduh sebagai pelakunya. Jangan-jangan itu juga modus untuk memancing. Ada pula yang memberikan pertolongan namun berlebihan bahkan terprovokasi, seperti kasus kakek yang dikeroyok karena diteriaki maling,” kata Riza.
“Kita harus hati-hati jangan terpancing dengan provokasi yang ada di jalan, karena nanti akibatnya bisa fatal. Dari segi hukum, bisa dikenai pidana kalau kita berkontribusi dalam main hakim sendiri. Kalau ternyata yang dihakimi rame-rame tidak bersalah, yang ikut (menghakimi) akan dikenai tindak pidana,” Riza melanjutkan penjelasannya.
Dengan melapor ke pihak berwenang, dalam hal ini kepolisian, akan bisa dilakukan pencegahan.
Hukuman pidana juga mengancam para pelaku modus kejahatan ini. Meski berat sanksinya, namun tetap tidak menghalangi pelaku menjalankan aksinya.
“Kalau pencurian (ancaman hukumannya) empat tahun, kalau dengan kekerasan apalagi terjadi di malam hari lebih dari 1 orang pelakunya, ada pemberatan sanksi bisa 7-9 tahun. Memang berat sankinya tapi tidak menghalangi pelaku untuk melakukan kejahatan, karena mereka melihat kesempatan dan kemudahan dari sikap korbannya yang tidak waspada atau berhati-hati,” pungkasnya.(dfn/ipg)