Jumat, 22 November 2024

Merawat Tradisi Imlek untuk Tetap Bahagia di Tahun Macan Air

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
angie-laurentsia Angie Laurentsia Sekjen Koko Cici Jatim saat sedang potong rambut menjelang Imlek. Foto: Instagram Stories @angielaurentsias

Ada sejumlah tradisi saat menjelang maupun pada saat perayaan Tahun Baru Imlek yang masih dilakukan oleh warga keturunan Tionghoa di Indonesia. Salah satunya potong rambut untuk menyambut hari-H Imlek.

Angie Laurentsia Sekjen Ikatan Koko Cici Jawa Timur mengatakan, keluarganya masih melakukan sejumlah tradisi itu. Dia pun pada akhirnya, mau tidak mau juga melakukannya untuk menghormati dan melestarikan tradisi.

“Kalau dari saya sendiri karena keluarga saya masih banyak melakukan, sangat totok lah, ya, saya dipaksa sama orang tua. Kayak, ‘harus, ya, harus!’ Tapi untuk kesadaran anak-anak muda saat ini. Saya rasa, karena sudah ditanamkan dari kecil ya, jadi terbiasa kalau sebelum tahun baru harus potong rambut dulu. Sekalian biar modis gitu. Kan ceritanya mau ketemu keluarga besar,” ujarnya ketika mengudara di Radio Suara Surabaya, Selasa (1/2/2022).

Tidak ada ketentuan yang ketat, bagian rambut yang mana atau harus dipotong seperti apa. Bahkan, kata Cici Angie, setelah dipotong kalau memang yang bersangkutan ingin rambutnya dicat atau diwarnai dengan warna tertentu tidak ada masalah. Karena memang tradisi ini menekankan pada potong rambutnya saja.

“Tidak ada ketentuan yang gimana, gimana, ya. Tapi biasanya, mungkin, sekalian potong pendek biar enggak potong-potong lagi. Diwarnai juga boleh. Karena yang jadi tradisi itu potong rambutnya. Karena sebetulnya ada filosofinya, potong rambut itu,” katanya. “Jadi kalau di Cina sendiri, sebetulnya kami percaya potong rambut itu seperti buang sial.”

Cici Angie juga menjelaskan, kenapa tradisi potong rambut ini harus dilakukan sebelum imlek? Karena dari asal tradisi ini menyebar, Imlek itu merupakan tanggal 1 di kalender masyarakat Tionghoa. Seperti 1 Januari yang menandai pergantian tahun baru.

“Nah sebelum tahun baru, ya sudah kami, yang lalu lalu itu, di tahun ini di tahun sebelumnya, kita buang sialnya. Dengan new look, refresh, kita bisa menghadapi tahun baru ini dengan lebih semangat. Kayak gitu, sih,” ujarnya.

Sebagai pengurus Koko Cici di Jatim yang salah satu tugasnya adalah melestarikan Budaya Tionghoa, Angie memiliki beban moral untuk melestarikan budaya Imlek ini, termasuk potong rambut. Caranya, dia banyak membagikan pengetahuan tentang tradisi ini di Instagram untuk mengingatkan kembali anak-anak muda Tionghoa tentang tradisi leluhur mereka.

“Kalau sekarang, lebih banyak kami share di Instagram. Kebetulan saya perwakilan Koko Cici Jawa Timur. Salah satunya (harus) melestarikan budaya tionghoa. Kayak saya kemarin, share di Instagram pas lagi potong rambut. Lalu buka caption: ‘Ayo, siapa nih yang nyalon sebelum Imlek,'” ujarnya.

Tidak hanya potong rambut, masih ada sejumlah tradisi yang mengiringi perayaan Imlek dan masih dilakukan oleh warga keturunan Tionghoa sampai saat ini. Sebagian di antaranya sebenarnya juga kita temui pada masyarakat Muslim pada saat Lebaran Idul Fitri.

“Tradisi selain potong rambut, pas Imlek begini biasanya kami pakai baju baru. Pakai merah-merah. Terus terima angpao. Terima angpao itu kayaknya yang paling releven, tuh. Gajian kita,” selorohnya.

Imlek belum lengkap kalau belum ketemu keluarga besar. Orang keturunan Tionghoa sampai saat ini tetap menggelar perjamuan makan bersama keluarga, juga saling menyapa dan mempererat tali persaudaran juga dilakukan ketika hari-H Imlek. Untuk menyapa, warga keturunan Tionghoa biasanya mengepalkan kedua tangan di depan dada yang biasa disebut “paipai”.

“Paipai tangan kiri di atas tangan kanan di atas itu, kalau di Indonesia sepertinya itu sudah mulai blur (pudar), ya. Kanan atau kiri sama saja. Cuma ada beberapa keluarga yang Paipai-nya sampai sujud. Namanya Paikung. Itu untuk menghormati orang tua. Kita sebagai anak harus turun untuk menghormati orang tua sampai ke kakinya,” ujarnya.

Menurut Angie, di Indonesia, semua tradisi perayaan Imlek itu memang begitu menyenangkan, begitu semarak dan menggembirakan. Sayangnya, dia sendiri yang merupakan keturuan Mongolia dan biasa pulang ke daerah asal ibunya di Mongolia, Cina saat Imlek, kali ini tidak bisa pulang. Pandemi Covid-19 sebabnya.

“Kalau saya perayaan dengan keluarga ini secara virtual. Karena keluarga saya sendiri, keluarga Mama, itu dari Mongolia. Jadi kami harus virtual. Pandemi juga, kami enggak bisa pulang ke sana. Lalu saya ada keluarga di Sidoarjo, tapi keluarga di sana lagi ke luar kota,” ujarnya.

Kepada Koko Cici di Jawa Timur, Angie pun berpesan bahwa budaya tionghoa itu sangat perlu dilakukan. Kalau memang zaman sudah memaksa setiap orang sulit percaya dengan mitos, menurutnya itu tidak masalah.

“Endak apa-apa kita tidak percaya mitosnya, cuma pasti ada nilai-nilai yang memang baik untuk kita terapkan. Seperti kita ketemu dengan keluarga, ketemu orang tua, kita paikung dengan orang tua, memang baiknya kita menghormati orang tua. Saya berharap setelah setelah imlek ini semua bisa semakin happy (gembira). Semakin sukses juga di tahun Macan Air ini,” ujarnya.(den/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs