Di balik kegembiraan hasil temuan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terhadap penemuan potensi mineral logam tanah jarang (rare earth) dari lumpur panas yang menyembur di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, ada ironi yang dirasakan para korban yang belum mendapat ganti rugi.
Lewat Radio Suara Surabaya, Senin (24/1/2022) pagi, Paulus Iwan pendengar SS sekaligus anggota Gabungan Pengusaha Korban Lumpur Lapindo (GPKLL) bercerita ganti rugi sebesar Rp700 miliar masih belum mereka terima.
Menurut cerita Paulus, kasus pembayaran ganti rugi ini sudah dimenangkan oleh GPKLL di Mahkamah Konstitusi dan pemerintah harus membayarkan ganti rugi tersebut.
Namun, meski 16 tahun berlalu pascasemburan lumpur di Sidoarjo, uang ganti rugi tersebut belum juga dibayarkan.
“Saya salah satu korban lumpur Lapindo yang belum dibayar. Saya mengimbau untuk meneruskan penelitian agar ganti rugi Rp700 miliar total seluas 200 hektar, segera dibayarkan. Kami berharap pemerintah tergerak hatinya untuk melunasi janjinya,” kata Paulus kepada Radio Suara Surabaya.
Ia mengingat bagaimana saat semburan lumpur menenggelamkan perusahaannya seluas dua hektar, membuat 400 karyawannya terpaksa harus di-PHK. Paulus juga bercerita, saat itu ia tetap membayar pesangon para karyawan sebesar Rp2 miliar.
Untuk itu, ia dan anggota GPKLL menagih hak ganti rugi yang seharusnya ia terima, yang tiap tahunnya selalu ditunda.
“Ada kabar ini (penemuan logam langka) kok kami sedih ya. Dibalik kegembiraan, kami belum dibayar. Tolonglah kami sudah 16 tahun menunggu,” kata Paulus.
Sebelumnya, Badan Geologi Kementerian ESDM menemukan kandungan mineral logam yakni Mineral Kritis di dalam lumpur Lapindo. Dua kandungan utama yakni Lithium (Li) dan Stronsium (Sr).
Lithium sendiri merupakan salah satu bahan baku penting dalam pembuatan baterai listrik. Ini selaras dengan perkembangan teknologi mobil listrik yang sedang dikembangkan oleh banyak negara.
Sedangkan Stronsium merupakan bahan baku yang digunakan dalam industri teknologi. Apalagi, kandungan Lithium dan Stronsium di lumpur Sidoarjo itu memiliki kadar tinggi, yakni sekitar 99,26 – 280 ppm.
“Lithium dan Stronsium lebih kita sebut mineral kritis. Terkait isu global di mana bahan baku teknologi tinggi dan mineral untuk energi, temuan ini sangat terkait dengan itu. Stronsium jadi inovasi berteknologi tinggi,” paparnya. (tin/rst)