Pemerintah meluncurkan program minyak goreng Rp14ribu untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dengan harga terjangkau pada Rabu (12/1/2022), di tengah lonjakan harga minyak goreng di tanah air.
Program ini dijalankan melalui operasi pasar minyak goreng di pasar tradisional dan toko ritel modern.
Pemerintah melakukan intervensi dengan menggunakan mekanisme Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), yaitu menyiapkan 1,2 miliar liter untuk enam bulan pertama 2022.
Unggul Heriqbaldi Pengamat Ekonomi dari Universitas Airlangga mengatakan operasi pasar sifatnya temporer dan tidak bisa digunakan untuk menggantikan harga di pasaran.
“Itu (operasi pasar) hanya meredam saja bukan untuk menurunkan harga. Kalau ditanya apakah efektif, operasi pasar akan efektif apabila jumlahnya cukup besar dan dalam jangka waktu yang mencukupi. Sampai kapan? Sampai gejolak di sisi suplainya sembuh,” kata Unggul dalam program Wawasan di Radio Suara Surabaya, Kamis (13/1/2022).
Menurutnya, kemampuan untuk mengidentifikasi jumlah, waktu dan strategi distribusi dari Pemerintah memainkan peranan penting.
“Kemendag kan operasi pasar sebsar 1,2 miliar liter kalau dihitung berdasarkan kebutuhan harian dalam negeri bisa menutupi sekitar tiga bulan kebutuhan kita. Artinya tiga bulan itu bisa berharap harga minyak goreng stabil sambil menunggu dulu pergerakan pasar internasional, ini memang sulit karena faktornya di pasar luar negeri. Kalau dilihat perkembangan harganya (saat ini) naik tapi terus berhenti, flat, tapi akan turun kembali,” imbuhnya.
Selain itu apabila Pemerintah memilih untuk mengambil kebijakan impor minyak goreng dari luar negeri, dia menilai tidak akan terlalu banyak merubah harga di dalam negeri karena harga globalnya juga tinggi.
Dalam kesempatan itu Unggul juga menjelaskan harga minyak goreng naik karena ada gangguan dari sisi suplai di Malaysia sebagai penghasil CPO terbesar kedua di dunia setelah Indonesia.
“Di Malaysia produksi turun 11 persen global dalam satu tahun terakhir, artinya kalau demand-nya tetap tapi suplainya turun 11 persen maka harganya tinggi dan kita terkena imbasnya,” pungkasnya.(dfn/rst)