Sabtu, 23 November 2024

Tokoh Lintas Agama Dorong RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Segera Disahkan

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Ilustrasi. Pekerja rumah tangga. Foto: Pixabay

Sejumlah pemimpin organisasi keagamaan di Indonesia sepakat tentang perlunya undang-undang yang melindungi pekerja sektor rumah tangga.

Maka dari itu, para tokoh lintas agama berharap pembuat undang-undang, baik DPR RI dan Pemerintah segera mengesahkan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).

Seruan itu disampaikan sejumlah pemuka agama dalam webinar #SahkanRUUPPRT dan Launching Gerakan Pukul Panci Nurani, Senin (10/1/2022).

“UU PPRT memaksa kita menjalankan perintah agama yaitu memanusiakan manusia baik PRT mau pun pemberi kerja. Jadi, ini bukan saja urusan pemerintah dan legislatif, tetapi urusan masyarakat,” kata KH Zulfa Mustofa mewakili PBNU.

Menurutnya, puncak kesalehan pribadi ditunjukkan dengan adanya dua sifat yaitu adil dan beradab sebagaimana bunyi Sila Kedua dalam Pancasila.

Rohim Ghozali dari PP Mehammdiyah menguatkan bahwa keadilan itu bisa dinilai dengan cara kita memperlakukan PRT terkait kelayakan upah, jam kerja, hak istirahat dan pemberian asuransi.

“Kita dilahirkan sama, yaitu sebagai manusia merdeka dari rahim ibu kita masing-masing. Muhammadiyah mendukung RUU PPRT yang meletakkan pemberi dan penerima kerja dalam posisi yang setara,” tegas Ghozali.

Senada dengan pandangan pemuka Agama Islam, Pendeta Gomar Gultom, Ketua Umum Persatuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menilai PRT sebagai masyarakat tersisih lainnya merupakan citra (Imago Dei) sebagaimana disebutkan di Surat Mathius ayat 31 sampai 46.

“Siapa memperlakukan PRT dengan baik, maka ia memperlakukan Tuhan dengan baik dan sebaliknya. Negara harus melembagakan agar perilaku kita mengikuti tuntunan akhlak baik tersebut,” ucapnya.

Sementara itu, Romo Eka Aldianta Ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) setuju adanya UU PPRT.

“Ini ada isu relasi ekonomi dan sosial dalam rumah tangga yang bisa saling tumpang tindih. Sehingga, memang harus diatur oleh negara yang bisa merendahkan martabat manusia,” katanya.

Liem Lillyani Lontoh Ketua Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin) DKI merujuk filosofi yin dan yang sebagai alasan Agama Konghucu mendukung pengesahan RUU PPRT.

Selanjutnya, Naen Soeryono Ketua Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) mendukung RUU PPRT karena PRT perempuan sering menjadi berbagai objek kekerasan seksual, ekonomi mau pun politik karena belum adanya pengakuan negara atas profesi mereka sebagai pekerja.

Isu gender menjadi pertimbangan Romo Miswanto Sekretaris Bidang Keagamaan dan Spiritualitas dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) dalam orasinya mendukung RUU PPRT.

“Kesejahteraan perempuan merupakan ukuran kesejahteraan bangsa atau raja. Kalau ada lima juta PRT tidak sejahtera, maka tidak sejahtera pula bangsa kita dan kelak para pemimpin bangsa harus mempertanggungjawabkannya di akhirat,” jelas Romo Miswanto.

Para tokoh lintas agama juga berencana mengirim surat kepada Joko Widodo Presiden dan Puan Maharani Ketua DPR RI yang isinya meminta supaya RUU PPRT secepatnya disahkan menjadi undang-undang.

Sesudah orasi para pemimpin agama, Eva Sundari memimpin para peserta webinar dan narasumber untuk memukul panci masing-masing sebanyak 18 kali sebagai simbol 18 tahun perjuangan RUU PPRT.

Acara kemudian dilanjutkan dengan penayangan kolase dari 1000 video pendek berisi partisipasi masyarakat dari berbagai penjuru negeri yang turut memukul-mukul panci juga.(rid/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs