Sabtu, 23 November 2024

Sejumlah Ormas Klarifikasi KontraS tentang Advokasi Terhadap Mahasiswa Papua

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Dialog KontraS dengan sejumlah ormas yang menolak keberadaan Aliansi Mahasiswa Papua di Surabaya, di kantor KontraS, Rabu (6/12/2018). Foto: Istimewa

Sejumlah massa yang telah melakukan aksi unjuk rasa di Gedung Negara Grahadi untuk menolak keberadaan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di Surabaya, Kamis (6/12/2018), mendatangi kantor Federasi KontraS di Jalan Lesti, Surabaya.

Berdasarkan surat pemberitahuan aksi unjuk rasa, ormas yang melakukan aksi itu terdiri dari Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI-Polri (FKPPI) dan Himpunan Putra Putri Keluarga Angkatan Darat (HIPAKAD).

Tidak hanya itu, di antara massa juga terdapat perwakilan dari ormas seperti Front Pembela Islam (FPI), Pemuda Pancasila (PP), Patriot Garuda, Laskar Garuda Nusantara (LGN), Kobra, Solid NKRI, dan Bela Negara.

Selepas unjuk rasa di Grahadi sejak sekitar pukul 10.00 WIB, massa yang menggunakan sejumlah sepeda motor dan satu mobil komando ramai-ramai mendatangi kantor KontraS. Mereka tiba sekitar pukul 11.00 WIB.

Di kantor KontraS itu,massa tidak melakukan orasi. Sebagian perwakilan dari mereka masuk untuk berdialog dengan perwakilan KontraS Surabaya, sedangkan lainnya bergerombol menunggu dialog di luar kantor.

Bahrudin Muhdar Perwakilan dari Front Nasional Anti Separatid dan Laskar Merah Putih Surabaya mengatakan, tujuan kedatangan mereka untuk mengklarifikasi advokasi yang dilakukan KontraS terhadap Aliansi Mahasiswa Papua (AMP).

Aksi gabungan ormas ini merupakan buntut dari aksi peringatan Hari Kemerdekaan Papua Barat atas Belanda yang dilakukan ratusan mahasiswa AMP se-Jawa Bali di Surabaya, Sabtu (1/12/2018) lalu.

Pada hari itu, aksi sempat diwarnai pelemparan botol dan batu yang mana pihak AMP mengklaim terjadi intimidasi terhadap mereka oleh pihak ormas yang melakukan aksi tandingan dan juga dari pihak kepolisian.

KontraS yang melakukan advokasi terhadap AMP (sejumlah besar mahasiswa dipulangkan ke domisili masing-masing oleh Polisi pada Minggu 2 Desember) menggelar konferensi pers pada Senin (3/12/2018) lalu.

KontraS, pada konferensi pers itu menyampaikan sikapnya yang menyayangkan terjadinya dugaan persekusi oleh Ormas lain terhadap mahasiswa yang tergabung dalam AMP pada aksi unjuk rasa Sabtu (30/11/2018) lalu.

Selain itu, KontraS meminta polisi, masyarakat, dan Presiden agar melindungi hak mahasiswa Papua menyuarakan ketidakadilan di Papua sebagai bentuk kebebasan berserikat, berkumpul, dan berekspresi.

“Kami ke sini untuk mengklarifikasi pernyataan kuasa hukum AMP dalam konferensi pers KontraS kemarin yang menyatakan kami membuat kerusuhan, membawa bambu runcing, dan melukai kepala sejumlah anak AMP. Itu semua tidak benar,” ujar Bahrudin Muhdar di Kantor KontraS.

Bahrudin juga mengatakan, gabungan ormas itu mendatangi KontraS untuk mengklarifikasi sejauh mana advokasi yang dilakukan oleh organisasi nonpemerintah itu terhadap AMP.

“Kami juga ingin tahu, langkah-langkah hukum apa yang sudah mereka (KontraS) lakukan, dan batasan-batasan pendampingan hukum seperti apa yang mereka lakukan terhadap AMP ini?” Kata Bahrudin.

Dia mempertanyakan apakah KontraS sebatas mendampingi AMP untuk alasan hak asasi manusia atau juga turut mendukung tindakan AMP yang mereka anggap makar dengan menuntut kemerdekaan Papua.

“Mereka sudah mengklarifikasi, bahwa pernyataan dari kuasa hukum AMP (Veronika Koman tentang persekusi menggunakan bambu) bukan pernyataan yang datang dari mereka (KontraS),” ujarnya.

Sementara, Andi Irfan Sekjen Federasi KontraS menyatakan, KontraS hanya memberikan perlindungan terhadap mereka yang mendapat ancaman, kekerasan, dan diskriminasi.

“Kami mencegah itu terjadi. Tadi kami sudah berdiskusi dan sudah saling terjawab dalam dialog yang kami lakukan. Mereka memang mengklarifikasi sikap KontraS terhadap pernyataan Veronika, dan sikap KontraS berbeda,” ujarnya.

Andi menjelaskan, KontraS mengambil sikap yang lebih luas dari peristiwa yang terjadi. Sebagaimana yang dinyatakan dalam konferensi pers pada Senin lalu, salah satu pernyataan sikap KontraS agar polisi membebaskan 233 mahasiswa AMP yang dibawa ke kantor polisi.

Selain itu, KontraS menyoroti potensi pelanggaran HAM dan kebebasan berserikat, berkumpul, dan berekspresi yang terjadi pada aksi unjuk rasa Sabtu dan pengepungan oleh ormas itu di Asrama Mahasiswa Papua.

“KontraS sudah ada di Papua sejak 2003. Kami sudah melakukan pendampingan terhadap masyarakat Papua sejak Munir masih hidup, dan kami tahu betul kondisi masyarakat di sana. Kami hanya melakukan tugas untuk melakukan pendampingan hukum bagi siapapun yang mengalami diskriminasi, kekerasan, apapun pandangan politiknya, apapun suku dan agamanya,” ujarnya.

Sekadar mengingatkan, pantauan suarasurabaya.net pada aksi unjuk rasa AMP pada Sabtu (1/12/2018) pagi lalu memang terjadi kekisruhan dengan kehadiran ormas yang melakukan unjuk rasa tandingan.

Ratusan mahasiswa AMP yang memakai berbagai atribut Papua Merdeka seperti kaos, ikat kepala, dan poster bergambar “bintang kejora memang terlibat saling lempar botol minuman dan batu dengan ormas di kubu lain.

Saat itu, sudah ada sekitar 1.055 personel dengan kendaraan anti huru-hara yang diterjunkan di lokasi untuk mengawal jalannya aksi unjuk rasa kedua kubu massa di Jalan Pemuda.

Massa ormas lain sempat mengepung Asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Pacar Keling yang mana ketegangan kedua kubu tetap terjadi sampai ratusan mahasiswa AMP diamankan di kantor polisi hingga Minggu (2/12/2018) dini hari.

Pada Minggu sore sekitar pukul 18.00 WIB polisi dengan sebuah bus memulangkan mahasiswa Papua ke domisili masing-masing dengan pengalawan sejumlah truk polisi. (den/nin/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs