Sabtu, 23 November 2024

Pengamat Tanggapi Rencana Sanksi Bagi Pemilik Usaha yang Tidak Menerapkan PeduliLindungi

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Aplikasi PeduliLindungi. Foto: Iping suarasurabaya.net

Tito Karnavian Menteri Dalam Negeri meminta kepada pemerintah daerah mengeluarkan aturan tentang penggunakan aplikasi PeduliLindungi. Salah satunya dengan mengeluarkan surat edaran, dimana gubernur membuat peraturan agar di ruang-ruang publik menerapkan aplikasi PeduliLindungi berikut sanksi administrasi, selama perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2022.

Aturan ini disertai dengan sanksi administrasi, contohnya adalah pencabutan izin usaha. Upaya penegakan kedisiplinan ini memanfaatkan momentum nataru.

Setelah masa Nataru berakhir, Kemendagri berencana mendorong peraturan kepala daerah yang diterbitkan berubah menjadi peraturan daerah sehingga bisa menerapkan sanksi denda dan pidana bagi mereka yang tidak menggunakan PeduliLindungi di ruang publik.

Menanggapi rencana tersebut, Satria Unggul Wicaksana Praktisi Hukum Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surabaya mengingatkan, jangan sampai kebijakan tersebut merugikan unit bisnis kecil dan menengah.

Baca juga: Pemerintah Upayakan Aplikasi PeduliLindungi Terkoneksi dengan Aplikasi Sejenis di Luar Negeri

Pria yang juga Praktisi Hukum Anti Korupsi itu juga menekankan agar penerapan sanksi tidak diskriminatif dan tidak merugikan kepentingan masyarakat, khususnya mereka masyarakat yang kurang mampu.

“Kalau dari sisi pengusaha mungkin UMKM ya, karena mereka masih fragile (rentan secara ekonomi), apalagi saat pandemi. Jadi jangan sampai merugikan mereka. Penerapannya juga jangan imparsial. Pelaksanaanya wajib dikontrol dan dievaluasi,” kata Satria kepada Radio Suara Surabaya, Kamis (23/12/2021).

Satria juga mengingatkan untuk meninjau kembali, apakah sanksi jika diterapkan akan menimbulkan efek jera, atau malah menjadi penghalang produktifitas masyarakat yang saat ini sudah mulai merangkak pulih.

“Pelu dituangkan ke pergub atau perwali. Pergub itu pelaksana, perda itu payungnya (hukum). Kalau sanksi denda, bagaimana efektifitasnya bagi masyarakat?,” ujarnya.

Baca juga: Kapolri Minta Semua Pusat Aktivitas Warga Terhubung ke Aplikasi PeduliLindungi

Ia juga mengingatkan, agar penerapan kebijakan tersebut dapat didukung dengan sistem dan penggunaan aplikasi yang sudah siap. Jika belum siap tapi aturan mengenai sanksi pelanggar aplikasi dipaksakan, dikhawatirkan pemerintah berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), khususnya dalam konteks hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob).

Satria menjelaskan, untuk mengetahui apakah kebijakan yang akan diterapkan berpotensi melanggar hak ekosob adalah dengan menggunakan empat indikator. Pertama, indikator ketersediaan.

“Indikator 4K untuk mengetahui apakah sebuah kebijakan melanggar ekosob atau tidak. Pertama, ketersediaan. Seperti apakah semua orang memiliki gadget yang mumpuni? atau jika punya, apakah dia selalu tersedia paket data? Jadi apakah semua orang memiliki akses internet untuk itu,” ujarnya.

Kedua, yakni keterjangkauan. Apakah selama ini aplikasi PeduliLindungi dapat menjangkau seluruh masyarakat. Ketiga, keberterimaan. Dan terakhir adalah indikator kebermanfaatan.

“Kalau 4K ini sudah terpenuhi dan tidak terlanggar, maka aplikasi PeduliLindungi akan dilakukan dengan baik. Kalau tidak terpenuhi akan denial atau penolakan,” kata Satria.

Baca juga: Datanya Bocor, Kemenkes Tutup Data Vaksinasi Pejabat di Aplikasi PeduliLindungi
Baca juga: Kemenkes Bantah Adanya Kebocoran Data di Aplikasi PeduliLindungi

Ia menambahkan, masih banyak celah dalam aturan penggunaan aplikasi tersebut. Salah satunya mengenai jaminan keamaan data pribadi dari kebocoran data.

“Banyak sekali celah selain surveillance data, ada PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik). Penyelenggara aplikasi wajib memastikan perlindungan data pribadi dan sistem elektronik tidak melanggar ketentuan hukum,” paparnya.

Apalagi, lanjutnya, belum ada payung hukum tentang kebocoran data dan keamanan data pribadi karena Rencana Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) masih dalam pembahasan di DPR. Kondisi ini membuat posisi masyarakat sebagai user masih lemah.(tin/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
33o
Kurs