Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengapresiasi kebijakan kurikulum darurat yang disiapkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sebagai salah satu upaya mengatasi dampak pandemi pada pendidikan.
Lebih lanjut, Komisi X DPR mendorong penerapan kurikulum prototipe sebagai salah satu opsi yang ditawarkan kepada sekolah untuk dapat diterapkan secara sukarela agar mengatasi dampak kehilangan pembelajaran atau learning loss.
“Opsi itu menurut saya bagus. Yang paling tahu apa yang baik untuk siswa, itu sekolah dan guru. Biar guru-guru di sekolah yang berembug,” ujar Agustina Wilujeng Pramestuti Wakil Ketua Komisi X DPR RI dalam keterangannya, Rabu (22/ 12/2021).
“Itulah yang kemudian diharapkan menurunkan angka learning loss,” imbuhnya.
Baca juga: Kombinasi PTM Terbatas dan PJJ Solusi Mencegah Risiko Learning Loss
Sebagai mitra strategis, kata Agustina, Komisi X DPR RI mendukung terobosan-terobosan yang dilakukan Kemendikbudristek, khususnya dalam penanganan dampak pandemi. Namun, dia mengingatkan agar kebijakan tersebut harus diikuti oleh pemangku kepentingan pendidikan lainnya.
“Adalah menjadi tugas Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek untuk menyerap masukan dari publik melalui diskusi ataupun lokakarya. Nanti kita akan dapatkan formulanya yang paling tepat,” jelasnya.
Sebelumnya, Zulfikri Anas Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek mengungkapkan bahwa pandemi membuka peluang untuk menghadirkan inovasi dalam pembelajaran. Kemendikbudristek telah melakukan beberapa terobosan di antaranya dengan menyederhanakan Kurikulum 2013 menjadi Kurikulum Darurat, dalam rangka pemulihan pembelajaran sebagai bagian dari mitigasi learning loss di masa pandemi.
Selain itu, Kemendikbudristek juga telah melakukan monitoring dan evaluasi penerapan Kurikulum Darurat dapat mengurangi dampak learning loss akibat pandemi secara signifikan. Studi BSKAP menunjukkan bahwa siswa pengguna Kurikulum Darurat mendapat capaian belajar yang lebih baik daripada pengguna Kurikulum 2013 secara penuh, terlepas dari latar belakang sosio-ekonominya.
Bila kenaikan hasil belajar itu direfleksikan ke proyeksi learning loss numerasi dan literasi, penggunaan kurikulum darurat dapat mengurangi dampak pandemi sebesar 73 persen (literasi) dan 86 persen (numerasi).
Baca juga: M Nuh Mantan Mendikbud: Learning Loss Perparah Kemiskinan Pendidikan
Dalam waktu dekat Kemendikbudristek segera menawarkan opsi kebijakan kurikulum untuk pemulihan pembelajaran. Opsi kurikulum yang ditawarkan adalah kurikulum prototipe yang mendorong pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa, serta memberi ruang lebih luas pada pengembangan karakter dan kompetensi dasar.
“Di tahun depan tidak ada kebijakan kurikulum baru, tetapi kebijakan pemulihan pembelajaran akibat pandemi. Dalam dua tahun ke depan, kurikulum yang disederhanakan akan terus dievaluasi sambil memperkenalkan kepada seluruh masyarakat,” kata Zulfikri.
“Pada prinsipnya kurikulum memberikan kemudahan bagi siapa pun, termasuk bagi pendidik dan peserta didik,” tambah Zulfikri.
Lebih lanjut, Zulfikri menyampaikan bahwa pemulihan pendidikan melalui penerapan kurikulum prototipe perlu menjadi sebuah gerakan.
“Mas Menteri mengingatkan kita, bahwa ini bukan sekadar kebijakan, tetapi sebuah gerakan bersama,” ungkapnya.
Sebagai bagian dari mitigasi learning loss akibat pandemi, sekolah diberikan opsi/pilihan oleh Kemendikbudristek untuk dapat menggunakan kurikulum yang disederhanakan sehingga dapat berfokus pada penguatan karakter dan kompetensi mendasar. Saat ini, sekolah dibebaskan memilih untuk menggunakan Kurikulum 2013 secara penuh, menggunakan Kurikulum Darurat, yakni Kurikulum 2013 yang disederhanakan oleh Kemendikbudristek, atau melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri.
Kurikulum prototipe yang pada tahun 2021 diterapkan pada 2.500 Sekolah Penggerak dan 895 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pusat Keunggulan juga akan ditawarkan kepada semua sekolah untuk dapat diterapkan secara sukarela sehingga dapat digunakan untuk memulihkan pembelajaran.
“Selama dua tahun, yaitu tahun 2022 sampai dengan 2024 sekolah dapat menerapkan kurikulum prototipe ini. Untuk kemudian akan kita evaluasi kembali,” Plt. Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran.(faz/dfn/ipg)