Jumat, 22 November 2024

Sosiolog: Sistem Kekeluargaan Masyarakat Pedesaan Menyuburkan Budaya Rokok

Laporan oleh Dhafintya Noorca
Bagikan
Ilustrasi petani tembakau yang merawat tanaman tembakau. Foto: APTI

Tingkat konsumsi rokok di masyarakat pedesaan yang cukup tinggi, menurut Dr. Karnaji S.Sos., MSi dosen Ilmu Sosiologi FISIP Unair, disebabkan karena beberapa hal. Salah satunya adalah karena menjunjung tinggi budaya kekeluargaan, sehingga budaya rokok tanpa sadar, ikut tumbuh subur.

“Malah orang miskin belanja rokoknya besar, bisa jadi bukan dari belanja yang bersangkutan. Di pedesaan itu banyak kegiatan yang mendapat rokok secara gratis, misalnya kondangan, kerja bakti, tahlilan itu yang punya hajat menyediakan rokok untuk dibawa pulang. Belum lagi waktu pertukangan, persawahan, panen, para juragan menyediakan rokok gratis, budaya kekeluargaan ini diwarnai dengan merokok bersama, ” kata Karnaji dalam program Wawasan di Radio Suara Surabaya, Senin (20/12/2021).

Baca juga: Dilema Rokok, Antara Kesehatan dan Untung Besar Negara dari Cukai Rokok

Dia pun menilai, kenaikan tarif cukai rokok yang akan diterapkan pemerintah sebesar rata-rata 12 persen tahun depan tidak akan berpengaruh kepada budaya rokok tanpa pagar di pedesaan.

Pasalnya, rokok sudah menjadi budaya yang mengakar dalam keseharian mereka.

“Di desa itu visi penyerahan kepada Yang Maha Kuasa tinggi juga, termasuk urusan meninggal mereka pasrah. Toh tidak merokok bakal mati juga, begitu kira-kira yang ada di benak mereka. Kalau cukai rokok tinggi gak ada kaitannya dengan daya beli, karena bisa jadi bukan belanja mereka tapi fenomena keguyuban solidaritas yang membuat rokok murah karena yang berkelebihan yang memberi,” ungkapnya.

Sanksi sosial di masyarakat pedesaan, menurut Karmaji, akan lebih ditakuti ketimbang kenaikan tarif cukai rokok.

“Kalau kaitannya sama budaya harus ada gerakan yang luar biasa, Sanksi sosial lebih manjur daripada sanksi formal. Masyarakat kalau tidak datang ke kerja bakti misalnya, kalau diasingkan itu yang ditakutkan,” paparnya.

Baca juga: Pemerintah Naikkan Tarif Cukai Hasil Tembakau Rata-Rata 12 Persen

Meskipun sepertinya wacana kenaikan tarif cukai ini tidak banyak berpengaruh untuk menurunkan angka perokok, menurut Karmaji, yang bisa dilakukan adalah membuat reproduksi ruang agar perokok tidak nyaman.

“Ruangan khusus perokok tempatnya dibuat tidak nyaman, tidak ada AC atau blowernya. Sedangkan kalau yang merokok di luar punishment-nya juga harus ada. Tapi problemnya konsistensi penerapan aturannya yang sering gak jalan. Harus ditegakkan lagi,” pungkasnya.(dfn/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs