Letjen TNI Suharyanto Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menjelaskan, tercatat selama 2021 sebanyak 2.841 kejadian bencana alam di Indonesia.
Rata-rata bencana alam yang terjadi adalah banjir, angin puting beliung, tanah longsor, dan kebakaran hutan.
“Di bulan November 2021 terjadi 424 kali kejadian bencana menyebabkan 30 orang meninggal dan hilang, serta 62 orang lain luka-luka,” ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/12/2021).
Secara kumulatif pada bulan itu, sebanyak 672.736 orang terdampak dan mengungsi serta mengakibatkan 1.124 unit rumah mengalami kerusakan.
Kejadian bencana didominasi oleh bencana hidrometeorologi. Cuaca ekstrem atau angin kencang merupakan kejadian bencana yang dominan pada November 2021.
“Korban meninggal disebabkan bencana banjir, tanah longsor, dan cuaca ekstrem. Sedangkan kerusakan rumah paling banyak karena banjir,” ujarnya.
Kata Suharyanto, bila dibandingkan kejadian bencana pada November 2020, tahun ini terjadi kenaikan kejadian bencana alam sebesar 19,4 persen.
“Dari 355 kejadian bencana pada tahun 2020 menjadi 424 kejadian bencana pada tahun 2021,” ungkapnya.
“Kemudian kenaikan juga terjadi pada korban meninggal sebesar 73,7 persen, korban luka-luka naik sebesar 59 persen dan jumlah korban mengungsi dan terdampak yang naik drastis sebesar 153 persen. Namun demikian ada penurunan 80,8 persen untuk jumlah yang rusak,” katanya.
Berdasarkan provinsi, dari data kejadian bencana selama November 2021, mayoritas bencana banjir, cuaca ekstrem dan tanah longsor terjadi di provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat.
Kemudian untuk kebakaran hutan dan lahan terjadi di provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
Berdasarkan kabupaten kota, kejadian bencana banjir paling banyak terjadi pada kabupaten Bandung, Karawang, dan Luwu Utara.
Kejadian cuaca ekstrem terjadi di Bogor, Sidoarjo, dan Serang. Kejadian bencana tanah longsor sering terjadi di kabupaten Bogor, Sukabumi, dan Kuningan.
“Sementara kejadian karhutla terjadi di kabupaten Tanah Laut, Tanah Bumbu, Kotawaringin Barat hulu sungai dan Banjar,” kata Suharyanto.
Kepala BNPB menjelaskan, dengan banyaknya serangkaian bencana hidrometeorologi basah, perlu adanya peningkatan kesiapsiagaan dan mitigasi merujuk pada peringatan dini BMKG.
“Fenomena La Nina masih akan berlangsung hingga Januari-Februari 2022, tentunya membawa peningkatan frekuensi dan intensitas curah hujan,” ujar Suharyanto.
Dengan demikian, kata Suharyanto, perlu dilakukan upaya-upaya mitigasi terutama untuk antisipasi terjadinya bencana banjir bandang.
Di antaranya, menyelenggarakan kegiatan susur sungai oleh instansi berpengalaman seperti TNI, Polri, dan Basarnas untuk membersihkan titik-titik potensi sumbatan di wilayah hulu.
Kemudian melaksanakan pembersihan sisa-sisa pohon tumbang di hulu yang berpotensi membendung aliran. Menanam pohon keras, berakar kuat di pinggir atas lereng tebing terutama di pinggir kawasan kebun semusim dan di kawasan lahan kebun semusim yang minim pohon.
Lebih lanjut, Suharyanto juga menjelaskan, dalam kurun waktu 2016 hingga 2020 terjadi setidaknya 17.032 kali kejadian bencana alam yang didominasi cuaca ekstrem, banjir, dan tanah longsor.
“Artinya, setiap hari setidaknya kita mengalami kejadian bencana sebanyak 10 kali. Hal ini tentulah bukan jumlah yang kecil karena setiap bencana selalu membawa dampak kerugian harta dan jiwa,” pungkas Suharyanto.(faz/den)