Jumat, 22 November 2024

DPD RI Dorong Koreksi Total Konstitusi Hasil Amandemen 1999-2002

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
AA LaNyalla Mahmud Mattalitti Ketua DPD RI. Foto: Kominfo Jatim

LaNyalla Mattalitti Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menyatakan, pihaknya berupaya serius supaya amandemen Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 terlaksana dalam waktu dekat.

Menurutnya, konstitusi hasil amandemen tahun 1999 sampai 2002 harus dikoreksi.

“Amandemen empat tahap periode 1999-2002 mengakibatkan sistem tata negara Indonesia berubah total. Sekarang, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara. Utusan Daerah dan Utusan Golongan menjadi DPD RI. Lalu, Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih rakyat dicalonkan partai politik,” ujarnya siang hari ini, Senin (13/12/2021), dalam diskusi nasional yang terselenggara atas kerja sama DPD RI dan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, di Gedung Nusantara IV, Senayan, Jakarta.

Mandat rakyat diberikan kepada dua ruang politik, yaitu Parlemen dan Presiden melalui mekanisme Pemilu lima tahunan.

Amandemen itu, kata LaNyalla, melanggar pinsip adendum yang semestinya tidak boleh mengurangi atau mengubah tatanan dasar.

Dalam forum itu, LaNyalla bilang amandemen UUD di Indonesia lebih brutal dibandingkan amandemen di negara demokrasi seperti Amerika Serikat dan India.

“Amandemen yang sudah berlangsung sebagai kecelakaan konstitusi yang membuat partai politik sebagai penentu tunggal arah perjalanan Bangsa Indonesia,” imbuhnya.

Partai politik juga menjadi satu-satunya instrumen untuk mengusung calon pemimpin bangsa.

Sementara, DPD RI sebagai wakil dari daerah, berbagai golongan, entitas civil society non-partisan, tidak mendapat ruang untuk menentukan arah perjalanan Indonesia.

Lebih lanjut, LaNyalla mengatakan sejak Amandemen 2002, Indonesia sudah meninggalkan Demokrasi Pancasila menjadi Demokrasi Liberal.

Begitu juga dengan Sistem Ekonomi Pancasila yang menitikberatkan pada pemisahan antara wilayah Koperasi, BUMN dan Swasta, menjadi Sistem Ekonomi Kapitalistik.

Konstitusi hasil amandemen tahun 2002 menambah 2 ayat di Pasal 33 UUD NRI 1945. Sehingga, membuka peluang kepada Swasta Nasional mau pun pihak asing untuk menguasai cabang-cabang produksi yang penting buat hajat hidup orang banyak, dengan dalih efisiensi.

“Sehingga tidak heran bila mereka yang kaya semakin kaya, dan yang miskin akan tetap miskin. Dan, meraka yang kaya raya adalah segelintir orang yang menguasai hampir separo kekayaan Indonesia. Padahal negeri ini kaya raya. Sejatinya tidak ada kemiskinan akut di negeri ini,” tandasnya.(rid/tin)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs