Jumat, 22 November 2024

Alasan Warga Terdampak Bencana Semeru Tidak Mau Mengungsi di Posko Pengungsian

Laporan oleh Manda Roosa
Bagikan
Nurhadi warga Curah Kobokan memilih mengungsi di emperan toko di desa Sumber Mujur. Rumahnya hancur tertimpa guguran awan panas. Rabu (8/12/2021) Foto: Manda Roosa suarasurabaya. net

Sekira dua ribu warga Curah Kobokan dan Kajar Kuning mengungsi karena rumah mereka hancur diterpa awan panas guguran Gunung Semeru pada Sabtu (4/12/2021). Mereka ditempatkan di posko pengungsian sementara yang ada di balai desa, musala, dan rumah warga di Desa Penanggal, Sumbersari, Lumajang.

Namun, ada juga warga yang memilih mengungsi di emperan toko yang tutup daripada ke posko pengungsian. Satu di antaranya adalah Nurhadi, warga Desa Curah Kobokan. Dia bersama istri dan dua anaknya serta empat orang lansia memilih mengungsi ke Desa Sumber Mujur karena mendengar kabar kalau desa ini aman dari bencana.

Mereka berjalan kaki sekitar tiga kilometer dilanjutkan dengan naik kendaraan. “Medannya dari selatan dan sebelah utara lava semua,” terangnya.

Alasan Nurhadi dan keluarganya memilih mengungsi di emperan toko sejak Sabtu (4/12/2021) adalah, “Balai desa penuh, saya juga takut diperiksa nanti dibilang Covid”. Lansia yang bersamanya juga mengaku takut terjadi letusan lagi dan merasa lebih aman berada di emperan. “Sek wedi, suarane buanter, petheng. Kulo tasih eling-elingen (Masih takut, suaranya keras, gelap. Saya masih mengingatnya),” alasannya.

Nurhadi mengatakan meski di emperan, untuk kebutuhan makan, minum, baju dan sembako selalu dipenuhi relawan. Tim kesehatan juga terus memantau.

Nurhadi mengaku tidak tahu sampai kapan tinggal di emperan toko ini, harapannya situasi sudah tenang dan rumahnya yang hancur bisa segera diperbaiki.

Dr. dr. Christrijogo Sumartono, Sp.An.KAR Ketua Tim Gabungan Bencana dan Pandemi dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang berada di Posko Kesehatan Sumber Mujur mengatakan pemahaman Covid-19 di masyarakat masih dangkal. “Mereka mencari sendiri hanya lewat medsos. Oleh karena itu kita perlu bantuan dari orang yang bisa mendekati masyarakat agar mengerti benar sampai inti permasalahan,” jelasnya.

Terkait potensi penyebaran virus, kata dokter Sumartono, masih sangat mungkin. “Pada saat bicara terlontar, pada waktu batuk, bersin, berpegang tangan, kita lupa lalu memegang hidung sangat memungkinkan potensi itu terjadi,” urainya.

Apalagi saat ini kondisi cuaca di Gunung Semeru sangat disukai virus. “Cuaca dari basah ke dingin,” kata dia.

Ia mengimbau masyarakat selalu menjaga kebersihan diri agar virus tidak mudah masuk. “Saya selalu mengingatkan teman-teman dari tim kesehatan batuk pilek jangan dianggap biasa selama kasus Covid masih ada,” tegasnya.

Dokter Chris menegaskan pihaknya bukan bermaksud “meng-Covid-kan” tapi harus karena waspada lebih baik agar membangun kewaspadaan, kalau teledor malah akan jatuh.

“Tetap waspada, bukan mendorong Covid, tapi tidak mengarah yang buruk lebih baik, daripada nanti ventilator atau gagal napas jauh lebih fatal, ” tegasnya. (man/iss/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
34o
Kurs