Sabtu, 23 November 2024

Bupati Nganjuk Nonaktif: Uang di Brankas Itu Deviden Usaha SPBU, Yang Mulia

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Suasana persidangan dugaan kasus korupsi Bupati Nganjuk di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (6/12/2021). Foto: Istimewa

Novi Rahman Hidayat Bupati Nganjuk Nonaktif, terdakwa kasus dugaan korupsi suap jual beli jabatan menjelaskan uang ratusan juta di brankas yang disita petugas itu adalah hasil deviden usaha SPBU-nya.

Dia sampaikan itu saat sidang dugaan korupsi di lingkungan Pemkab Nganjuk dengan agenda mendengar keterangan terdakwa, di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (6/12/2021).

Di hadapan majelis hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Novi memastikan, uang Rp647 juta di dalam brankas yang disita KPK dan Bareskrim Polri saat OTT itu bukan merupakan uang suap.

“Sumber uangnya dari deviden usaha SPBU, Yang Mulia. Jadi uangnya saya taruh di brankas. Setiap tahun, kan, ada deviden,” ujarnya kepada Majelis Hakim yang dipimpin I Ketut Suarta Hakim PT Surabaya.

Uang di brankas itu, kata Novi, tadinya sebanyak Rp1 miliar. Uang deviden perusahaan SPBU keluarganya itu dia ambil dari karyawan bagian keuangan untuk keperluan lebaran.

Sebagian uang yang dia letakkan di dalam brankas yang ada di rumah dinas Bupati Nganjuk itu pun sudah dia pakai untuk beli parsel, beras zakat, baju, maupun tunjangan hari raya untuk para pegawai pribadinya.

“Awalnya saya gunakan Rp210 juta, lalu ada pengeluaran lagi sebesar Rp143 juta. Sisanya, ya, itu yang ada di dalam brankas,” ujarnya.

Dia mengakui, karena uang itu deviden usahanya, maka uang itu seharusnya bersifat uang pribadi. Dia pun mengakui, dirinya yang meletakkan di dalam brankas yang ada di rumah dinas bupati.

Dia menyatakan, baginya, hal itu bukan persoalan, mengingat sebelumnya di rumah dinas memang tidak ada brankas. “Jadi itu (brankas) ada di gudang. Lalu saya pakai. Di kantor tidak ada, di rumah dinas ini akhirnya saya pakai,” ujarnya.

Sebelumnya, Riana karyawan perusahaan milik Novi yang dihadirkan oleh Kuasa Hukum Novi sebagai saksi membenarkan, terdakwa memang rutin meminta uang perusahaan ketika mendekati lebaran.

Di dalam sidang itu, salah satu jaksa dari Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menanyakan, apakah uang Rp1 miliar di dalam brankas itu masuk Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN)?

Novi memastikan, uang itu masuk dalam LHKPN miliknya, tercatat sebagai harta yang berasal dari deviden semua jenis usahanya. “Sudah saya laporkan ke LHKPN, termasuk uang Rp1 miliar itu,” katanya.

JPU kembali bertanya, apa saja usaha yang dimiliki Novi? Novi menjawab, meski tidak secara rinci. Di antaranya, dia mengaku punya usaha koperasi simpan pinjam, belasan SPBU, dan sejumlah kebun sawit.

“Saya tidak hafal jumlahnya. Tapi yang jelas ada koperasi simpan pinjam, SPBU, dan kebun sawit. Rata-rata Rp5 miliar sampai Rp6 miliar deviden setiap tahunnya,” ujarnya menjawab JPU.

Setelah memberikan jawaban itu, Novi kembali memastikan, dia tidak pernah menerima atau meminta upeti atau suap jual beli jabatan. Dia pun menolak semua tuduhan dalam dakwaan JPU.

“Saya hanya ingin menegaskan, jika saya tidak pernah menerima upeti maupun terlibat dalam jual beli jabatan,” tandasnya.

Setelah persidangan, Ade Dharma Mariyanto Kuasa Hukum Novi Rahman menyatakan, keterangan Novi di persidangan sudah jelas. Uang Rp647 juta di dalam brankas itu adalah uang pribadi.

“Uang yang disita itu bukan uang jual beli jabatan. Tetapi uang hasil laba usaha SPBU. Itu pun sudah tercatat di LHKPN. Jadi makin jelas, nama bupati hanya dicatut oleh Izza (ajudan bupati). Dia manfaatkan pekerjaannya untuk minta uang,” ujarnya.(den/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
34o
Kurs