Sabtu, 23 November 2024

Pengamat Beberkan Dampak Besar Dibalik Sulitnya Transportasi Antarpulau di Sumenep

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Ilustrasi Pantai di Pulau Masalembu. Foto: Instagram/exploremasalembu

Pembangunan Bandara Masalembu dan Bandara Kangean disambut baik oleh masyarakat setempat. Karena dengan begitu, aksesibilitas antarpulau di Kabupaten Sumenep saling terhubung dan aktivitas ekonomi lebih bergerak dan berkembang.

Terlebih lagi, kedua pulau tersebut berada di wilayah terluar Provinsi Jawa Timur. Pulau Masalembu berada dekat dengan Kalimantan Selatan dan Pulau Kangean yang dekat yang Bali.

Perempuan yang akrab disapa Rahma itu mengatakan, dengan adanya bandara di kapulauan, diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup warganya baik dari sisi ekonomi, pendidikan hingga kesehatan.

Perempuan yang berasal dari Sumenep itu juga menceritakan, ketimpangan ekonomi yang ada di Sumenep masih relatif tinggi. Banyak dari warganya yang masih terjebak di garis kemiskinan karena akses transportasi yang sulit.

“Di Sumenep punya 48 pulau berpenghuni. Dan yang aneh, meski Sumenep jadi kabupaten terbesar dan termakmur di Madura, namun inclusive growth-nya masih rendah. Artinya, masih banyak ketimpangan, salah satu penyebabnya karena transportasi,” papar Rahma kepada Radio Suara Surabaya, Kamis (25/11/2021).

Sulitnya aksesibilitas dan konektifitas membuat warga pulau mayoritas berpendapatan rendah. Pendapatan yang rendah membuat mereka semakin sulit mendapatkan akses pendidikan dan kesehatan yang layak, mengingat pendidikan dan layanan kesehatan di kepulauan tersebut masih jauh jika dibandingkan yang ada di daratan Jawa.

Kondisi membuat kualitas pendidikan dan kesehatan warga kepulauan juga rendah. Ditambah lagi dengan sedikitnya jumlah guru atau pengajar serta tenaga kesehatan yang ditempatkan di kepulauan.

“Yang saya amati, selama ini ketimpangan karena rendahnya kualitas pendidikan termasuk kesehatan. Kenapa? karena tidak banyak orang mau mengajar ke pulau-pulau di Sumenep dan tenaga medis yang mau masuk karena sulitnya transportasi,” jelas Rahma, yang juga pernah tinggal di Masalembu.

Selama ini, penduduk yang tinggal di wilayah kepulauan harus menempuh perjalanan dengan kapal laut selama belasan jam jika ingin ke Pulau Jawa. Sedangkan kapal tidak tersedia setiap hari, namun tergantung jadwal yang ditentukan oleh pihak pelabuhan.

Belum lagi jika cuaca buruk atau gelombang tinggi. Penduduk makin sulit mendapatkan akses transportasi dan distribusi logistik. Akibatnya, harga bahan pokok meningkat tajam, melambung dari harga di pasaran Jawa.

Padahal, jika masalah interkonektifitas antarpulau di Sumenep dapat teratasi, maka banyak potensi daerah yang dapat dikembangkan. Baik potensi pariwisata pantai maupun potensi ekonomi.

“Saya setuju bahwa Sumenep punya pantai yang luar biasa yang bisa dijual. Saya yakin akan ada market kalau bangun bandara di situ. Kalau ingin snorkling, diving, bisa dikembangkan pariwisata lautnya karena cantik-cantik dan indah-indah,” tuturnya.

Apalagi, masih banyak pantai di Sumenep yang indah dan belum tersentuh pembangunan dan infrastruktur, sehingga kualitas laut dan udaranya masih sangat alami. Jika itu dapat dikembangkan, lanjut Rahma, ia optimis masyarakat setempat akan memiliki peluang ekonomi yang lebih bisa dimanfaatkan.

“Potensi maritimnya cukup bagus, perkebunan kelapa cukup bagus, kayu jati di Masalembu juga. Kalau kelautan dan perkebunan dikembangkan, wah itu potensi ekonomi luar biasa dan multiplier effect,” katanya.

Rahma menyebut, di kedua kepulauan tersebut kaya akan ikan. Namun selama ini, banyak ikan yang terbuang karena tidak adanya pasar yang menjanjikan.

“Harus ada industri pengolahan ikan di sana agar tidak mubazir. Saya bersama orangtua pernah pindah di kepulauan itu. Di sana ikan nggak perlu beli karena melimpah. Kasian karena sering terbuang. Nelayan nggak akan kaya kalau tidak ada market link-nya,” tambahnya.

Sebelumnya, Nyono Kepala Dinas Perhubungan Jatim menyebut pembangunan Bandara Masalembu terus dikebut untuk memudahkan akses distribusi dan pengembangan ekonomi wisata di daerah kepualuan itu. Pihaknya sudah bertemu dengan Achmad Fauzi Bupati Sumenep untuk membicarakan soal landscape bandara yang dimiliki PT Elnusa, anak perusahaan PT Pertamina.

“Bupati sudah melakukan pendekatan untuk dapat menyewa landscape di Masalembu. Kami di Pemprov Jatim sangat mendukung upaya Bandara Masalembu menjadi alternatif moda transportasi,” kata Nyono.

Bukan tanpa alasan, karena selama ini aksesibilitas dan konektifitas Kepulauan Masalembu dengan daratan Jawa tergolong sulit dengan jarak 250 mil dan waktu tempuh 19 jam menggunakan kapal.

Menurut pemerintah, hal ini sangat menyulitkan masyarakat di kepualauan Masalembu untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Terlebih jika saat cuaca buruk, harga bahan pokok di Masalembu bisa meningkat dua sampai tiga kali lipat.

“Pada musim gelombang tinggi, kapal perintis tidak bisa berlayar sehingga dikhawatirkan kebutuhan 9 bahan pokok akan mengalami kendala inflasi 200-300 persen. Karena posisi Masalembu sangat jauh, terdiri dari gugusan pulau yang posisinya paling ujung mendekati Kalimantan Selatan,” ujarnya.

Tidak hanya di Masalembu, Pemprov Jatim juga akan membangun bandara perintis di Kediri dan Kangean.(tin/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs