Rabu, 27 November 2024

Ekosistem Startup, Mesias Kaum Muda Surabaya

Laporan oleh Zumrotul Abidin
Bagikan
Suasana Koridor Co-Working Space di Siola. Foto: Start Surabaya.

Gelaran Starup Nations Summit 2018 di Surabaya November lalu, seolah menjadi pemantik harapan bagi pertumbuhan industri kreatif di Surabaya. Sebuah pertemuan para pelaku startup dari 50 negara selama tiga hari itu, diharapkan bisa menggugah kembali gagasan dan kreatifitas anak muda Surabaya.

Dari pertemuan tiga hari itu, beberapa keputusan telah dilahirkan. Di antaranya, kesepakatan kerja sama antara Pemkot Surabaya dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) di bidang industri kreatif dan lahirnya Global Entrepreneurship Network (GEN) Indonesia yang merupakan kepanjangan tangan dari GEN Global.

Jonathan Ortman Presiden Global Enterpreneurship Network (GEN) saat itu mengatakan, lahirnya GEN Indonesia merupakan hasil kerja sama yang lama antara Kadin Indonesia, Pemkot Surabaya, dan Ciputra Foundation. GEN Indonesia ini nantinya akan menjadi bagian dari 170 negara di GEN Global yang memiliki misi meningkatkan efisiensi ekosistem wirausaha di berbagai negara.

“Kami membawa pengusaha, investor pemerintah, untuk bersama memahami dunia usaha dan mengembangkannya. Kami mendorong pencipta pekerjaan bukan pencari pekerjaan,” ujar Jonathan dalam konferensi pers launching GEN Indonesia di Grand City Surabaya, Jumat (16/11/2018).

Lalu, pertanyaannya kemudian apa manfaat untuk anak muda Surabaya? Pertanyaan ini sepertinya telah dijawab oleh Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya dengan lugas. Menurut Risma, Startup Nations Summit 2018 ditarik ke Surabaya dengan rangkaian acara selama seminggu bertujuan untuk membangunkan pemuda Surabaya agar segera memulai menjadi wirausaha.

“Jadi wirausaha itu tidak terbatas, batasnya langit. Mau kaya sampai seperti apa bisa,” kata Risma.

Pointers dari statement Risma ini bukan tanpa dasar. Sebab, dia beberapa tahun ini mengaku resah karena harus melihat tumpukan berkas lamaran kerja sebagai pegawai pemkot yang terus menumpuk di meja kerjanya, datangnya dari anak muda yang merupakan lulusan beberapa perguruan tinggi terbaik di Surabaya.

“Sehari 10 surat lamaran kerja menumpuk di meja saya. Tidak saya lihat tiga hari, sudah 40 surat masuk ke saya. Ini harus ada pikiran berubah, karena dunia sudah berubah, kotak pandora harus dibuka. Pola pikir anak muda Surabaya harus berubah,” ujar Risma.

Pesan Risma ini sebenarnya bukan hal baru karena selalu terngiang di telinga anak muda Surabaya sejak tahun 2015 di setiap pertemuan.

Start Surabaya Sebuah Embrio Ekosistem

Bila diulas ulang, cikal bakal lahirnya Startup di Surabaya dimulai dengan gerakan Start Surabaya di Spazio.

Kala itu, pembukaan Start Surabaya dibarengi dengan peresmian Forward Factory sebuah Coworking Space yang dikhususkan untuk peserta Start Surabaya.

Start Surabaya kala itu bersiap menjadi program inkubasi dan akselerasi perusahaan rintisan (startup) kreatif berbasis teknologi, yang memiliki misi agar anak muda Surabaya dapat meluncurkan bisnis atau produk berbasis teknologi yang berdampak positif, serta memberikan nilai tambah bagi masyarakat.

Program yang diselenggarakan oleh Kibar bersama dengan Pemerintah Kota Surabaya, Spazio, Radio Suara Surabaya, dan Enciety diharapkan bisa menjadi inkubator di tingkat kota yang pertama kalinya diadakan di Indonesia.

Start Surabaya saat itu telah melakukan seleksi yang cukup ketat dalam mencari bibit-bibit unggul yang nantinya akan digembleng dalam Forward Factory itu. Sejak dibuka, 568 peserta telah mendaftar. Lalu diseleksi menjadi 120 peserta, hingga akhirnya terpilih 45 peserta di batch pertama.

Dari penggemblengan batch pertama dan kedua, telah lahir para pemenang startup yang layak berkembang dan berkolaborasi. Lalu, dilanjutkan ke batch ketiga yang juga sukses melahirkan beberapa Startup terbaik di antaranya Riliv dan Reblood.

Yansen Kamto, Chief Executive Kibar Kreasi Indonesia salah satu inisiator Start Surabaya saat itu mengatakan, Startup Sprint ini merupakan wujud ekosistem yang baik, satu-satunya Startup yang mengedepankan membantu yang lain. “Di sini bukan soal uang melulu, tapi bagaimana saling membantu,” katanya.

Dia berharap, dengan adanya Start Surabaya ini, bisa menjadi pengaruh positif bagi banyak pihak untuk ikut ambil bagian. Sebab, semakin bagus apabila lebih banyak orang berpikir untuk masa depan pemuda Indonesia.

“Start Surabaya tempat kita semua memulai. Ke depan kami terus ada, dengan Startup yang lebih mateng. Jika kita berpikir bermanfaat untuk orang lain, saya yakin jalannya akan selalu terang,” katanya.

Program Start Surabaya lalu terus berkembang. Tri Rismaharini sebagai Wali Kota Surabaya, berfikir lebih maju dengan memosisikan Pemkot Surabaya sebagai regulator, fasilitator, sekaligus motivator. Co-Working Space yang diberi nama Koridor diresmikan oleh Risma di Gedung Siola Jl. Tunjungan pada November 2017.

Koridor Co-Working Space ini dibuka 24 jam untuk arek-arek Surabaya gratis. Ruang Tata Rupa Koridor Co-working Space Surabaya, yang berada di Gedung Siola lantai 3 memiliki 7 unit koridor. Tujuh koridor itu disiapkan untuk ruang Paduraksa, ruang Baur, ruang Sesrawungan kelompok-kelompok kreatif seperti Tata Rupa, Pahlawan Ekonomi, Pejuang Muda, dan ruang Kreavi.

Tempat itu menjadi tempat menumbuhkan ekosistem anak-anak muda yang bisa memulai, berkarya, dan berinovasi untuk memajukan Surabaya.

Namun, membangun ekosistem startup tidak bisa instans. Waktu tiga tahun untuk Surabaya, belum cukup untuk menumbuhkan ekosistem startup dan melahirkan startup selevel unicorn.

Jalan Panjang Membangun Ekosistem

Yansen Kamto yang sudah keliling dunia dan melihat pertumbuhan startup di negara-negara maju, telah membuktikan bahwa membangun ekosistem startup itu butuh waktu panjang.

Dia menceritakan, di Silicon Valley, California, Amerika Serikat saja ekosistem itu dibangun mulai tahu 1960 an. Lalu, di India juga demikian panjanh perjalanannya membangun ekosistem hingga melahirkan startup yang tangguh.

“Di Surabaya bisa dikatakan proses baru berjalan. Sebab, di Silicon Valley itu dimulai sejak 1960 an. Lalu di India, saya berkunjung ke Institute of Teknologi di New Delhi, India. Saya kunjungi inkubator mereka, ternyata ada 50 startup dan itu dibangun sejak 2003. Artinya sudah 15 tahun. Yang mana ekosistem IT-nya sudah dimulai sejak tahun 1980 an,” katanya.

Menurut Yansen, ekosistem startup di Surabaya yang baru dibangun tahun 2015 itu masih panjang jalannya. Selain itu, butuh lebih banyak orang di ekosistem itu yang mendukung. Karena belum banyak yang mengerti.

“Sekarang bagaimana membangun awareness untuk memompa semangat anak muda. Ibu Wali Kota jangan dibiarkan sendiri, harus dibantu dan didukung. Bergerak mulai kampus, komunitas, korporasi ini butuh ekosistem,” katanya.

Sebagai fundamental atau pondasi, kata Yansen, ekosistem startup di Surabaya merupakan salah satu yang paling kuat di Indonesia.

“Misalnya dari peran pemerintah daerah, di Indonesia sepertinya masih jarang yang segetol Ibu Risma dalam mendorong anak muda berkarya. Setiap hari, setiap minggu beliau ngomong ke anak muda agar bangkit. Kalau anak mudanya tidak mau maju ya susah juga. Satu orang mau mulai harus banyak lagi yang bantu. Saya mengajak semua orang berjuang bersama. Jangan mudah menyerah,” katanya.

Samuel Abrijani Pangerapan Dirjen Informatika Kemenkominfo juga mengapresiasi kota Surabaya yang bergerak begitu cepat dalam program ekonomi digital ini. Surabaya dinilai bisa menjadi salah satu contoh bagus bagi daerah lain dalam merespons transformasi ekonomi digital. Dari infrastruktur dan pengambil kebijakannya, telah siap untuk menempa warganya berwirausaha di bidang ekonomi digital.

“Ibu Risma (Tri Rismaharini Walikota Surabaya, red) sangat bagus menyiapkan warganya. Co-Working Space untuk para startup juga disiapkan. Saya kira trendnya akan semakin bagus,” katanya.

Nah, sekarang keputusan tetap ada di tangan anak muda Surabaya. Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya terus berfikir keras mendorong anak muda Surabaya berkreatifitas dan mandiri secara ekonomi.

“Saya ingin anak-anak Surabaya membuat startup digital bukan hanya e-commers tapi sebagai makers. Saya ingin menciptakan makers-makers baru yang memanfaatkan tekonologi,” katanya.

Di sisa jabatannya yang tinggal dua tahun, Risma akan memanfaatkan untuk mendorong anak muda berkarya. “Setiap Sabtu dan Minggu nanti ada desk di Koridor yang melibatkan pemerintah, ahli, dan perbankan. Saya juga dibantu Bekraf, di lantai 1 mall perijinan di Siola nantinya, ada satu counter untuk daftar hak cipta. Saya terus mendorong anak muda agar tidak mudah menyerah,” katanya. (bid)

Berita Terkait

Surabaya
Rabu, 27 November 2024
36o
Kurs