Dr. Ir. Wahono, MT Dosen Teknologi Industri Pertanian dan Agroteknologi dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menyatakan bahwa kondisi negara Indonesia masih ketergantungan impor mengenai bahan-bahan pokok utamanya pangan.
“Posisi kita justru masih banyak impor bahan, beberapa komoditas seperti jagung, kedelai itu kita masih banyak impor,” jelas Wahono saat dihubungi Radio Suara Surabaya dalam membahas pangan lokal masuk ke pasar dunia, Senin (8/11/2021).
Dia juga menanggapi soal bahan ekspor yang bisa dilakukan Indonesia juga masih minim.
“Contohnya seperti porang itu kita sudah bisa ekspor, sebenarnya banyak yang berpotensi misalnya seperti sagu. Sagu ini sangat tinggi potensinya dari segi sumber daya alam,” kata Wahono.
Meski konsumen sagu dari dalam negeri cukup banyak menurutnya, tapi jika dikelola dengan baik bisa dimanfaatkan.
“Sagu ini masih dipanen alami oleh masyarkat khususnya di daerah Timur, kalau sagu ini dikelola secara perkebunan dan komersial maka potensinya luar biasa,” imbuhnya.
Wahono juga menambahkan jika satu pohon sagu siap panen bisa dikonsumsi satu keluarga berjumlah sekitar empat orang dalam kurun waktu empat bulan.
“Jika 12 pohon bisa cukup satu tahun, itu sudah tidak akan bingung soal pangan lagi,” ujar Wahono.
Dalam upaya mengembangkan potensi sagu, Wahono mengatakan jika suatu wilayah yang memiliki potensi pohon sagu yang melimpah bisa dimanfaatkan dahulu oleh masyarakat, baru sisanya bisa dikelola secara komersial.
Dia menuturkan jika pengembangan potensi sawit tidak membutuhkan biaya yang mahal dari segi teknologi.
Pengelolahan sagu hanya membutuhkan pengaturan pola tanam, mengatur jarak tanam, dan diatur dengan sistem perkebunan.
“Sagu ini jika dikelola menggunakan sistem budidaya yang baik maka produksinya akan berlimpah, dan memiliki peluang untuk dipasarkan ke luar negeri,” katanya.
Saat ditanya apakah sagu bisa diminati oleh masyarakat luar Indonesia, Wahono menjawab bahwa yang mengkonsumsi sagu tidak hanya di Indonesia saja.
“Di negara lain juga ada misal Afrika, kalau mau di ekspor ke negara yang tidak menggunakan sagu sebagai pangan utama maka sagu harus diolah terlebih dahulu sebelum di ekspor,” ujar Wahono.
Dosen dari Univeristas Muhammadiyah Malang itu juga mengatakan bahwa pihaknya dari program studi Teknologi Industri Pertanian dan Agroteknologi juga membina masyarakat papua untuk mengembangkan sagu.
“Kami juga membina masyarakat di sana agar dikelola jadi perkebunan, bukan hanya tebang tinggal namun dikelola dengan bisnis plan dan berkelanjutan.”
Soal tantangan ke depan menurut Wahono bukanlah soal ekspor makanan, akan tetapi menghadapi serbuan bahan pangan dari luar negeri. (wld/ipg)