Beberapa pendengar dan netter Suara Surabaya (SS) urun rembug terkait rencana revitalisasi Jalan Tunjungan sebagai tempat wisata.
Boy Arno, pendengar SS mengusulkan agar Tunjungan punya ikon-ikon tematik yang dapat diisi dengan berbagai macam aktivasi.
Boy mencontohkan ikonik tematik semisal di minggu pertama awal bulan mengangkat tema A, B, C, D, sasarannya segmen A, B, C, D. Minggu kedua temanya E, F, G, H menyasar E, F, G, H.
Untuk menentukan segmentasi, menurutnya perlu dilakukan survei terlebih dahulu.
“Tunjungan harus dilihat segmennya seperti apa. Kadang banyak yang mislead segmennya di mana, pengunjung rata-ratanya siapa itu kan bisa disurvei. Kalau kita menjajakan UMKM di sana agar bisa masuk sesuai segmennya,” kata pria yang juga menjabat sebagai Head Regional Government Relation Gojek JaBaNusra ini pada Rabu (3/11/2021).
Sementara itu Hendroyono memberikan ide bagaimana bila bangunan yang ada di Jalan Tunjungan dibuat semi rooftop. Rooftop di lantai atas difungsikan untuk tempat makan, sementara penjualnya di lantai bawah.
Warga Surabaya ini menilai, Pemkot bisa bekerjasama dengan pihak swasta sebagai penyedia lahan.
“Kerjasama sama swasta untuk meng-cover UMKM konsepnya dibikin semi rooftop. Bisa yang rooftop di atas buat kuliner tapi swasta hanya penyedia lahan, nanti penyedia makanan dan yang jualan dari UMKM semua,” katanya.
Ide ini juga tidak menghalangi fungsi trotoar untuk lalu lalalng pejalan kaki, karena menurut Hendroyono ikon Jalan Tunjungan adalah di sisi trotoarnya.
Sementara Leonardo pendengar SS yang berprofesi sebagai fotografer yang kerap dapat job di Jalan Tunjungan mengeluhkan terbatasnya akses kuliner di sana.
“Saya beberapa kali dapat temen yang minta foto di sana. Kalau jalan dari parkir Siola gak masalah, tapi kalau dapat view yang bagus deket Hotel Majapahit ketika kami sudah sampe sana kalau mau cari minum harus balik ke Genteng sedangkan takenya belum selesai. Setahu saya ada beberapa bangunan yang bisa dikelola Pemkot jadi sentra kuliner. Paling gak supaya jalannya gak jauh balik ke siola,” jelasnya saat mengudara di Radio Suara Surabaya.
Sebagai Ketua Direktur Sjarika Poesaka Soerabaia, Freddy H. Istanto menilai, arek-arek Suroboyo harusnya bangga punya ikon yang sangat mendunia yaitu lagu Rek Ayo Rek karya Mus Mulyadi.
Menurutnya lagu itu sudah menggambarkan semua hal tentang Surabaya mulai dari kuliner hingga ‘nekate arek-arek Suroboyo’.
Oleh karena itu dia setuju bila Tunjungan dihidupkan kembali. Namun kali ini keterlibatan anak muda bisa lebih dilakukan.
“Ini bisa diekspresikan lewat anak muda, industri kreatif dan inovasi. Kreativitas dan inovasi yang menjadi nafas jaman ini harus diangkat, beri kesempatan anak muda untuk berkreasi,” terangnya.
Djudjuk P Surjanto melaui Facebook e100 berkomentar agar lahan parkir ditata agak masuk ke dalam supaya tidak terkesan semrawut di pinggir jalan.
Selain itu dia mengusulkan agar penataan ruang pedestrian mengusung konsep kafe tenda, asal tetap menjaga kebersihan dan tidak terkesan jorok.
Achmad Ma’sum berpendapat agar Jalan Tunjungan dapat terintegrasi dengan Alun-alun Kota Surabaya. Agar pengunjung Jalan Tunjungan bisa bermain-main di alun-alun atau sebaliknya.
“Supaya terkesan eksklusif di Jalan Tunjungan dikhususkan untuk cafe-cafe saja sedangkan kuliner dan pertunjukan rakyat dialokasikan di pingggiran Jalan Genteng Kali atau Jalan Seruni,” tulis Achmad Ma’sum melalui WhatsApp Suara Surabaya.(dfn/ipg)