Inayah Wulandari Wahid Putri Bungsu Almarhum Gus Dur sekaligus penggagas Gusdurian mengatakan, toleransi adalah tentang menyadari adanya entitas lain dan menghormati sepenuhnya.
“Dalam konteks Sumpah Pemuda justru perbedaan itu yang menimbulkan kekuatan, jika seragam kekuatan kita hanya satu,” kata Inayah ketika mengudara di Radio Suara Surabaya, Kamis (28/10/2021).
Dalam momentum peringatan Sumpah Pemuda ini Inayah menuturkan, semangat pemuda dulu lahir karena mereka sadar adanya perbedaan serta berangkat dengan tujuan, ikatan, dan bahasa yang sama.
Inayah memandang adanya perbedaan adalah suatu keniscayaan yang harus dijaga bersama, meski dalam praktiknya dilihat dalam kualitas demokrasi Indonesia yang belum terlalu ideal.
“Perbedaan itu tidak bisa dihapuskan, meski dalam tingkat demokrasi kita jauh dari kata ideal, kita juga bukan yang jelek banget. Setidaknya saya masih bisa berbicara dan tidak ditembak setelah ini,” kata Inayah.
Aktivis perempuan itu juga menyinggung soal toleransi di media sosial adalah gambaran dari wajah demokrasi negara ini.
“Kita memang punya persoalan soal itu, sebelumnya ada yang mengkritik ditangkap, di-bully dan lain-lain. Saya dan kawan-kawan sering banget sudah ngetik di medsos lalu mau ditayangkan masih mikir-mikir lagi.”
Namun menurut Inayah ada sisi lain yang turut berubah menuju jadi lebih baik.
“Misalnya ada kasus pemerkosaan yang tidak ditanggapi serius oleh pihak berwenang yang sempat ramai kemarin, menariknya ada solidaritas yang besar antara publik maupun jurnalis, yang artinya ada kedewasaan dalam merespon sesuatu yang sedang tidak baik-baik saja,” ujar Inayah.
Menurut Inayah peristiwa solidaritas itu memunculkan optimisme untuk Indonesia dalam menciptakan demokrasi yang lebih sehat.
Putri Gus Dur itu kembali menuturkan bahwa kesadaran toleransi harus dibangun dari diri sendiri, menurutnya tidak bisa jika suatu nilai luhur saling dilemparkan tanggung jawabnya.
“Dulu tahun 1928 semua pemuda tidak ada yang saling menunjuk tanggung jawab, mereka saling mengambil peran serta melakukan apa yang bisa dilakukan hingga melahirkan Sumpah Pemuda di 28 Oktober,” imbuhnya.
Di era saat ini dia memberi contoh organisasi-organisasi sosial yang tidak jarang memberi dampak sosial kemanusiaan yang diisi oleh anak muda.
“Misalkan kawan-kawan Gusdurian, organisasi Pemuda Muhammadiyah, pemuda Kristen, Katolik, Budha dan dari berbagai organisasi lain yang berjuang bersama di masa pandemi ini. Hanya saja peran mereka kurang nampak di media jadi tugas kita harus lebih bisa menunjukkan.”
Inayah berkomentar sekali lagi bahwa toleransi itu tidak bisa dibicarakan akan tetapi dilakukan.
“Untuk semua anak muda. Masa depan itu adalah kolaborasi dan keberagaman. Untuk mencapai itu kita perlu bekerja sama, tidak bisa memaksa satu kelompok untuk bertanggung jawab, keberagaman itu pasti ada. Tinggal kita mau jadikan problem atau sebagai kekuatan,” katanya.(wld/den)