Jumat, 22 November 2024

Perjalanan Lintang dan Kemukus Ingatkan tentang Jiwa Persatuan dalam Sumpah Pemuda

Laporan oleh J. Totok Sumarno
Bagikan
Satu diantara scene dalam film Lintang dan Kemukus diputar bertepatan Sumpah Pemuda, ingatkan pentingnya persatuan. Foto: Humas Produksi Lintang dan Kemukus

Karya layar lebar berjudul “Lintang Kemukus” mengajak penontonnya mencari jawaban tentang keberadaan azas kekeluargaan di dalam setiap diri manusia Indonesia hari ini.

Film yang menjadi bagian dari perjalanan Jalur Rempah ini menceritakan pengelanaan sosok bernama Lintang dan Kemukus.

Heri Lentho, sutradara film ini mengibaratkan “Lintang Kemukus” sebagai penjelmaan Cerita Panji kekinian yang dikemas dalam balutan lima pilar Jalur Rempah.

Secara garis besar, Cerita Panji merupakan kumpulan cerita yang isinya seputar kepahlawan dan cinta Raden Inu Kertapati dan Dewi Sekartaji atau Dewi Candra, seorang puteri dari Kerajaan Kediri.

Sedangkan lima pilar dalam Jalur Rempah yaitu, kesejarahan, kuliner, wastra, kesenian dan obat obatan atau jamu.

“Kami berharap sajian yang tayang Kamis (28/10/2021) ini dapat mengingatkan generasi muda agar memahami pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa. Semoga film ini relevan dengan spirit Sumpah Pemuda,” pungkas Heri Lentho, Rabu (27/10/2021).

Lintang Kemukus

Cerita Panji ini dimulai dengan kisah pengembaraan dua tokoh, Raden Panji Inu Kertopati dan Dewi Sekartaji. Simbol kasih sayang dan keseimbangan manusia. Maka cerita dimulai dengan berintropeksi pada masa lalu ketika sejarah azas kekeluargaan itu lahir.

Kerajaan Kediri yang tak kunjung damai dari keterbelahan, hingga Arok dan Dedes merajut keluarga yang beragam keyakinan dalam satu keluarga untuk memimpin kerajaannya, dengan semangat semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Raja Kertanegara sebagai keturunannya mengelola Kerajaan Singasari dengan merajut konsep Cakra Mandala Dwipantara atau yang saat ini dikenal sebagai Nusantara, berusaha mengembangkan azas kekeluargaan dalam pemerintahannya, namun gagal karena pembrontakan Jayakatwang.

Lantas, spirit azas kekeluargaan itu masih terpatri di benak Dewi Gayatri putri bungsu Kertanegara, yang kemudian mampu diwujudkan oleh Mahapatih Gajahmada dalam Sumpah Palapanya.

Pasca kejayaan kerajaan Majapahit, azas kekeluargaan semakin menipis dan membuat runtuhnya kerajaan terbesar di Asia Tenggara ini, tapi semangatnya muncul kembali di dada para pemuda se-Nusantara untuk bersumpah dan berikrar dalam Satu Tanah Air, Satu Bangsa dan dalam satu bahasa persatuan yaitu Bahasa Indonesia hingga Republik Indoneia ini diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Pasca Proklamasi hingga saat ini, masyarakat mengalami perjalanan pasang surut sejarah. Hampir setiap waktu, seperti misalnya jelang Pemilu atau pergantian kekuasaan. Negeri ini, spirit keterbelahan, yang diwarnai keinginan untuk saling menyerang antara sesama anak bangsa muncul dan dijadikan media untuk meraih kursi kekuasaan.(tok/tin/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs