Abdul Ghofur Presiden Asosiasi Sistem Informasi Indonesia (Aisindo) mengatakan, menjamurnya aplikasi pinjaman online (pinjol) beberapa tahun terakhir disebabkan karena modal teknologinya mudah.
“Secara sistemnya gak susah, karena pada dasarnya konsepnya sama dengan UCG (User Generated Content). Mereka (pinjol) hanya menyediakan sarana untuk bertemu. Ada orang yang apply lalu pemberi dana, ada yang super lender atau personal bergabung menjadi pemberi pinjaman,” kata Abdul Ghofur kepada Suara Surabaya, Kamis (14/10/2021).
Proses bisnisnya pun, kata Ghofur, juga mudah. Calon peminjam hanya mengisi formulir, lalu pihak aplikasi melakukan proses approval dengan syarat bukti tertentu yang tidak terlalu berat, seperti scan KTP.
“Pada pendanaan online berbasis produksi, kompleksitas teknologi berperan, karena pendanaan online memastikan legalitas perusahaan. Kalau sekadar pinjol berbasis konsumtif, itu begitu mudah. Modal teknologinya tidak susah makanya banyak yang tumbuh dan di banned,” imbuhnya.
Ghofur menambahkan, peran teknologi dalam pembuatan aplikasi pinjol sebenarnya signifikan namun effort-nya dalam pembangunan teknologi rendah.
Dalam kesempatan itu Ghofur turut menjelaskan dua jenis pinjol. Pertama yaitu Pay Later, di mana peminjam bisa mendapatkan barang terlebih dahulu kemudian membayar di akhir.
Lalu yang kedua yaitu pinjol yang memberikan fresh money.
“Ini jatuhnya rentenir, sebulan (bunganya) bisa 30 persen. Itu hanya bisnis surga dan short term, dia akan menghalalkan segala yang haram untuk menagih,” terang Ghofur.
Dia juga menyoroti jenis pinjol yang terakhir disebut itu karena menimbulkan banyak keresahan.
“Kalau sudah menimbulkan keresahan pemerintah harusnya lebih proaktif,” pungkasnya.(dfn/ipg)