Selasa, 26 November 2024

81 Persen Kebutaan di Indonesia Disebabkan karena Katarak

Laporan oleh Dhafintya Noorca
Bagikan
Ilustrasi. Operasi Katarak. Foto: Antara

Maxi Rein Rondonuwu Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan R(Kemenkes) menyebutkan, 81 persen kasus kebutaan mata pada masyarakat di Indonesia disebabkan oleh penyakit katarak.

“Hasil survei kebutaan Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB), tahun 2014 hingga 2016 oleh Perdami dan Badan Litbangkes Kemenkes pada usia 50 tahun ke atas, angka kebutaan Indonesia mencapai tiga persen dan 81 persen karena katarak,” kata Maxi di Konferensi Pers Hari Penglihatan Sedunia 2021, Selasa (12/10/2021) dilaporkan Antara.

Maxi menegaskan gangguan penglihatan dan kebutaan masih menjadi masalah dunia, khususnya di Indonesia karena berdasarkan data yang dia pegang pada tahun 2014, diperkirakan terdapat 2,2 miliar penduduk Indonesia yang mengalami gangguan penglihatan termasuk di dalamnya adalah kebutaan dan satu miliar di antaranya dapat dicegah.

Untuk dapat mengatasi permasalahan itu di Tanah Air, dia mengatakan Kemenkes telah melakukan sejumlah upaya seperti melakukan seminar, kampanye serta edukasi yang diberi nama “Cerdik Patuh dan Lihat” kepada masyarakat untuk menginformasikan terkait gangguan penglihatan mata.

Sosialisasi dilakukan dengan gencar baik melalui media sosial seperti Facebook, Twitter dan Instagram maupun melalui media elektronik lainnya.

Kemenkes turut melakukan deteksi dini melalui pelayanan kesehatan primer yang terintegrasi dengan bagian penyakit tidak menular seperti diabetes dan hipertensi, mendirikan Posbindu (pos binaan terpadu) sebagai upaya yang bersumber daya masyarakat (UKBM).

“Kemudian peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam hal melakukan deteksi dini gangguan penglihatan mulai dari pada di tingkat paling ada di masyarakat yaitu kader, kemudian tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan primer atau puskesmas,” kata dia menjelaskan upaya lainnya.

Pihaknya juga memanfaatkan perkembangan teknologi informasi seperti menciptakan sebuah sistem bernama SI GALIH (sistem informasi penanggulangan gangguan penglihatan).

Namun, walaupun pemerintah telah menggiatkan sejumlah upaya untuk menangani hal itu, kata Maxi, anak-anak saat ini justru tidak bisa berhenti memainkan gawai yang dapat menimbulkan terjadinya kerusakan pada mata.

“Majunya teknologi sekarang ini, kalau dari umur di bawah lima tahun sudah hobi dan orang tua tidak mencegah menggunakan gawai, saya kira yang pertama (terkena) gangguan sudah pasti mata,” ujar Maxi.

Ia menyayangkan anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah menjadi fanatik saat bermain gawai, sampai tidak menyadari adanya efek radiasi yang dipancarkan gawai maupun elektronik lainnya sehingga dapat menimbulkan gangguan penglihatan pada mata anak.

Menurut dia, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya bermain gawai dan gangguan penglihatan pada anak, harus dimulai sejak anak usia dini yakni di dalam lingkungan keluarga.(ant/dfn/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Selasa, 26 November 2024
27o
Kurs