Jumat, 22 November 2024

Minimnya Pengetahuan Gen Z Soal Jamu Bisa Ancam Cabut Status Warisan Budaya Takbenda Indonesia

Laporan oleh Dhafintya Noorca
Bagikan
Ilustrasi, jamu sebagai warisan budaya

Pada tahun 2019 jamu ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sejak tahun 2010 pemerintah sudah memperhatikan jamu sebagai hal yang unik dan harus dilestarikan.

Mulai 2010 hingga 2018 sudah tercatat ada 481 Karya Budaya jamu sehingga pada puncaknya tahun 2019 ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda.

Menurut Linggar Rama Dian Dosen Antropologi Universitas Airlangga menyatakan minimnya pengetahuan anak muda atau Gen Z tentang jamu bisa mengancam pencabutan status jamu sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia.

Pernyataan tersebut juga disusul dengan hasil risetnya pada bulan lalu di Kabupaten Sumenep tentang Jamu Madura.

“Bulan lalu saya penelitian di Kabupaten Sumenep, di sana yang mewarisi pengetahuan jamu hanya beberapa saja dan tidak diturunkan pengetahuan itu,” kata Linggar  dalam topik “Jamu Warisan Budaya Takbenda” kepada Radio Suara Surabaya, Jumat (8/10/2021).

Linggar menjelaskan, masyarakat di Sumenep memiliki alasan yang arif mengapa tidak bisa semua orang mewarisi pengetahuan jamu di wilayah tersebut.

“Alasannya adalah untuk membuat jamu di sana tidak hanya bisa meracik bahannya saja namun membutuhkan kemantaban hati dan ketenangan batin juga diperlukan untuk disalurkan pada sistem pengobatan jamu tadi,” imbuh Linggar.

Hal yang menjadi sorotan bagi dosen Antropologi itu adalah minimnya pengetahuan Gen Z dalam mempelajari pengetahuan jamu. “Jika diibaratkan hanya 10 persen saja yang mengetahui jamu dari total 250 juta jiwa masyarakat Indonesia, ini adalah posisi yang krisis,” tegas Linggar.

Pria yang suka dengan jamu temulawak itu menambahkan, jamu sudah ada sejak abad ke-9 saat dan menjadi bagian hidup di zaman Mataram kuno. Pernyataan jamu sudah ada sejak abad 9 disusul penjelasannya pada relief Candi Borobudur.

“Pada Candi Borobudur di relief yang paling bawah itu memiliki makna hiruk pikuk kehidupan duniawi di sana salah satunya ada yang menggambarkan relief berbagai cara pengobatan dan ada yang menggambarkan orang membawa kendil untuk diminum sebagai obat,” jelas Linggar.

Linggar juga menjelaskan bahwa status warisan budaya pada jamu juga bisa dicabut apabila pengetahuan tentang jamu benar-benar hilang dari Indonesia.

Dalam segi ekonomi jamu bisa menjadi potensi yang besar, Linggar melihat potensi dari kebermanfaatan jamu yang sangat banyak untuk bisa diekspor hingga keluar negeri dan dirasakan oleh banyak orang.

Untuk segi sosial sendiri, Linggar berpendapat bahwa jamu akan menjadi warisan yang canggih dan pengetahuan publik di tengah kehidupan moderen.

“Cara kerja jamu adalah mengembalikan kekuatan yang selaras antara jasmani dan rohani, serta jamu lebih minim akan efek samping sehingga jamu adalah alternatif kesehatan yang kita butuhkan,” jelas Linggar.(wld/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs