Sabtu, 23 November 2024

Tembus Pasar Global, UMKM Harus Jadi Real Eksportir

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Sepuluh penjahit dan dua orang pemotong kain dari UMKM binaan Pemkot Surabaya dilibatkan membuat masker di Balai Kota Surabaya. Foto : Humas Pemkot Surabaya

Pemerintah Indonesia melalui sinergitas kementerian/lembaga ingin meningkatkan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berorientasi ekspor. Pemerintah berharap UMKM dapat melakukan penetrasi ke pasar global, dengan mendorong produk-produk UMKM agar bisa bersaing di kancah internasional.

Namun ini tidaklah mudah, selama ini ternyata masih banyak pelaku UMKM yang takut mengekspor produknya karena kurang memahami mekanisme. Hal itu diutarakan oleh Iko Sukma Handriadianto Founder UKM Mendunia.

Menurutnya, banyak pelaku UMKM yang salah memahami bahwa pengiriman ekspor harus dalam jumlah banyak dengan sistem administrasi yang rumit. Alhasil, para pelaku UMKM yang produksinya dalam jumlah yang kecil enggan untuk membidik pasar internasional karena anggapan beban biaya yang besar.

Padahal, lanjut Iko, yang harus dicermati oleh para pelaku UMKM adalah analisis market dan proses pengiriman. Dengan memahami dua strategi itu, ditambah dengan memaksimalkan teknologi digital untuk pemasaran, maka jalan ekspor untuk produk UMKM akan terbuka lebar.

“Selama produknya bagus, sekarang tinggal bagaimana teman-teman bisa jualan secara mandiri dan tahu cara kirimnya. Otomatis bisa branding up langsung dengan media digital dan mampu bersaing dengan produk lain,” kata Iko kepada Radio Suara Surabaya dalam program Wawasan, Kamis (7/10/2021).

“Selama ini ada anggapan yang salah, persepsi ekspor adalah container right, jumlahnya banyak, modal besar, standarisasi tinggi, dokumen transaksi ribet. Padahal ekspor sendiri itu memindahkan sesuatu dari wilayah pabean Indonesia ke pabean negara lain. Tidak harus banyak, tapi unik, bagus, tidak ada di negara lain, berani, dengan catatan produknya bagus,” tambahnya.

Iko menekankan, pembinaan mengenai kualitas produk UMKM selama ini sudah berjalan. Kualitas produk UMKM di Indonesia pun tak kalah dengan negara lain. Hanya saja, pelaku ekspor harus lebih banyak belajar tetang mekanisme ekpor agar pelaku UMKM tak sekadar menjadi supplier ekspor, namun real eksportir.

Banyaknya pelaku UMKM yang hanya menjadi supplier ekspor adalah masalah yang banyak dialami oleh pelaku UMKM. Sehingga, pelaku UMKM tidak menjadi pelaku utama dalam proses ekspor, melainkan pihak lain.

“Ada produk lada Belitung yang sebenarnya terkenal. Tapi di pasar internasional lada Belitung, lada Indonesia, tidak terkenal karena masuk ke negara lain. Lalu sama mereka di-mix, di-blend dan dibranding dengan negara mereka. Sedangkan di lapangan dikuasi oleh tengkulak-tengkulak besar,” keluh Iko.

Untuk itu, ia berharap ada kemudahan ekspor bagi produk UMKM di Indonesia.

Ia menyebut ada tiga kelompok regulasi bagi pelaku ekspor, yakni regulasi negara asal, regulasi pengirim pengangkut dan regulasi negara tujuan. Bagi pelaku ekspor dengan pengiriman jumlah besar (kontaineran), maka ketiga regulasi tersebut harus dipenuhi.

Namun, ia menekankan saat ini perizinan untuk produk ekspor juga lebih mudah, apalagi untuk produk UMKM. Proses perizinan pun dapat diurus secara cepat melalui daring.

Mereka juga dapat mendatangi kantor Bea Cukai untuk bertanya langsung kepada petugas.

“Mengenai perizinan UKM itu paling gampang, online paling cuma 30 menit. Atau di semua kantor layanan Bea Cukai ada klinik ekspor, bisa ditanyakan proses pembuatan pindah ekpor dan nanti diberikan modul ekspor,” ujarnya.

Dalam kegiatan ekspor, Iko mengingatkan ada tiga mekanisme yang harus dicermati para calon eksportir, antara lain produk ekspor, jual ekspor dan pengiriman. Tiga hal itulah yang nantinya akan menjadi branding produk UMKM ke kancah global dengan harga yang kompetitif.

Sementara Edwin, owner Taylor Fine Good brand produk yangn menyediakan perlengkapan traveling dari Indonesia, mengungkapkan pendapat serupa. Menurutnya, proses ekspor barang tidak lah rumit.  Yang harus dicermati oleh pelaku UMKM adalah apakah produknya diterima oleh target market di negara tujuan atau tidak.

Untuk itu kata dia penting menggali banyak informasi mengenai tren dan kebutuhan masyarakan negara tujuan yang jadi target pasar.

“Apa yang berhasil di Indonesia itu bisa berbeda dengan luar negeri, karena perbedaan culture (budaya). Jadi mindsetnya harus benar, karena tidak bisa dijual kalau polosan (informasi). Pentingnya informasi agar barang bisa beradaptasi,” imbuhnya.

Sebelumnya, Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan mengungkapkan ada lima kendala UMKM. Dikutip dari Kompas, permasalahan pertama yaitu persoalan yang terkait dengan legalitas usaha. Mulai dari nomor pokok wajib pajak (NPWP) hingga hak kekayaan intelektual (HAKI) penting dalam mendukung memasarkan produk ke mancanegara.

Kedua, permasalah pembiayaan. Pelaku UMKM selalu dihadapkan dengan bunga yang tinggi saat ingin mendapatkan akses pendanaan. Akan tetapi itu sudah ditangani pemerintah, salah satunya dengan kredit usaha rakyat.

Masalah yang ketiga adalah pendampingan dalam mengidentifikasi masalah UMKM dalam meningkatkan tata kelola usaha.

Keempat yaitu masalah area produksi. Minimnya standar produk sesuai dengan ketentuan global sering menjadi halangan para UMKM. Mereka juga kurang konsisten dalam menjaga kualitas produk.

Terakhir adalah pemasaran. Terbatasnya informasi peluang pasar membuat para UMKM sulit mengembangkan sayapnya. Hal ini juga termasuk literasi digital dan keuangan.(tin/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs