Bukik Setiawan Ketua Yayasan Guru Belajar menilai guru yang berada di wilayah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar) punya keleluasaan lebih dalam berinovasi dan mengatur pembelajaran di ruang kelas, dibandingkan dengan guru yang mengajar di wilayah perkotaan.
“Selama ini kesannya daerah 3T atau pelosok yang lebih enggan mengikuti perubahan. Tapi yang saya lihat guru di 3T punya kemerdekaan untuk mengatur pembelajaran di ruang kelasnya, dibanding guru di perkotaan. Guru di perkotaan lebih dikontrol dan diawasi sehingga seringkali lebih kaku (dalam berinovasi),” kata Bukik dihubungi Suara Surabaya, Selasa (5/10/2021).
Dia menambahkan, beberapa Dinas Pendidikan di kota-kota besar masih berorientasi pada nilai akhir ujian sebagai tolak ukur kelulusan. Sehingga ada tekanan tertentu kepada sekolah dan guru untuk mencapai itu.
“Itu yang mempersulit guru untuk fleksibel apalagi di situasi pandemi seperti sekarang,” imbuhnya.
Bukik menyoroti soal arah manajemen pendidikan di Indonesia yang tidak sinkron antara pemerintah pusat dan yang di daerah, yang menurutnya menghambat guru dalam berkreatifitas.
Ada tanggung jawab dan tantangan tersendiri untuk guru, seperti saat perubahan dari Ujian Nasional (UN) menjadi Asesmen Nasional (AN).
Kata Bukik, ada dua pesan yang ingin disampaikan oleh pemerintah yaitu yang pertama ukuran kelulusan murid, sesuai amanat Undang-Undang, dikembalikan kepada guru dan satuan pendidikan. Lalu yang kedua, pemerintah menjadi lebih berkonsentrasi pada urusan kualitas pembelajaran, sehingga yang dipotret melalui AN lebih komprehensif dibanding UN.
Dua hal ini menurutnya sudah cukup berat untuk guru dan satuan pendidikan.
“Dua ini sudah cukup berat untuk berubah. Misal tahun ini masih banyak bimbel dan tryout AKM (Asesmen Kompetensi Minimum), pola-pola lama yang belum hilang di tahun ini. Apalagi di gurunya, ketika guru dipercaya bukanlah sesuatu yang mudah juga, ada tanggung jawab dan tantangan,” tuturnya.
Namun pihaknya optimis kualitas guru di Indonesia bisa menyamai dengan yang ada di negara lain, melihat situasi perubahan pendidikan secara global saat ini yang juga ikut berubah.
“Kalau kita mau mengikuti tren global, ya kita harus berubah sekarang. Dan kuncinya memang di guru, apapun kebijakan yang dilakukan di level manajemen, delivery-nya di lapangan tetep di guru,” pungkasnya.(dfn/ipg)