Jumat, 22 November 2024

Kelompok DPD di MPR: Amandemen UUD NRI 1945 supaya Keberadaan DPD RI Lebih Bermanfaat

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Tamsil Linrung Ketua Kelompok DPD RI di MPR RI menyampaikan pandangannya dalam Dialog Kenegaraan, Kamis (23/9/2021), di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta. Foto: Farid suarasurabaya.net

Tamsil Linrung Ketua Kelompok Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI mengatakan, wacana Amandemen Kelima UUD NRI 1945 diperlukan untuk mengevaluasi konstitusional Indonesia.

Menurutnya, evaluasi dalam konstitusional bisa menguatkan sistem demokrasi di Indonesia.

“Tidak perlu khawatir dengan wacana amandemen, karena amandemen diperlukan dalam rangka penguatan demokrasi Indonesia seperti kewenangan DPD RI. Karena, selama ini kehadiran DPD RI seperti tidak membawa manfaat yang optimal,” ujarnya dalam Dialog Kenegaraan dengan tema Pokok-Pokok Haluan Negara, Kamis (23/9/2021), di Halaman Gedung DPD RI, Jakarta.

Tamsil menjelaskan, wacana amandemen ibarat kotak pandora. Sehingga, ada kekhawatiran akan disusupi kepentingan kelompok tertentu. Selain itu, banyak pertanyaan yang muncul dari masyarakat seperti isu wacana jabatan presiden dan wakil presiden tiga periode.

“Secara komprehensif amandemen diperlukan. Memang banyak yang berpendapat jangan cuma Pokok Pokok Haluan Negara (PPHN) tapi yang lain juga diperhatikan. Artinya, amandemen bukan sesuatu yang tabu. Makanya, sudah sewajarnya dalam amandemen fungsi DPD diperkuat,” harapnya.

Dalam forum yang sama, Abdul Kholik Anggota DPD RI Provinsi Jawa Tengah menyebut, haluan negara menjadi simpul di legislatif dalam menyambungkan tiga kamar di parlemen.

“Haluan negara ini bisa mengharmonisasikan kelembagaan. MPR RI sebagaimana fungsinya, DPR RI sebagaimana fungsinya, dan DPD RI juga demikian,” ujarnya.

Abdul Kholik menambahkan, berkaca pada kondisi sekarang, perjalanan pembangunan untuk pencapaian tujuan bernegara seperti tidak tentu arahnya.

“Selama ini haluan dan arah pembangunan tidak menjadi kesadaran kolektif komponen bangsa. Terutama para pemimpin di pusat dan daerah,” imbuhnya.

Sementara itu, Fuad Bawazier Mantan Menteri Keuangan era Presiden Soeharto menilai, DPD RI tidak punya kewenangan seperti Utusan Daerah.

Kewenangan-kewenangan tersebut sudah berpindah ke partai politik, dan DPR RI yang merupakan kepanjangan tangan parpol.

“DPD RI baru sejajar kedudukannya dan kewenangannya dengan DPR RI dalam hal sebagai anggota MPR RI. Hanya dalam kedudukannya sebagai anggota MPR RI saja,” tegasnya.

Fuad Bawazier juga menilai, mengubah Pasal 22D UUD 1945 merupakan tugas yang berat. Lantaran, DPR RI dan parpol akan merasa keberatan.

“Mengubah Pasal 22D sepertinya akan sulit. Tetapi, secara tidak langsung melalui penguatan MPR RI, maka otomatis kedudukan anggota DPD RI akan sejajar DPR RI,” ucapnya.

Laode Masihu Kamaluddin Rektor Universitas Insan Cita Indonesia (UICI) bilang, cita-cita awal terbentuknya DPD RI tidak seperti sekarang yang tidak memiliki kewenangan.

“Terbentuknya DPD RI yakni permasalahan yang tidak bisa dicover parpol atau DPR RI. Tapi, implementasinya DPD RI tidak mempunyai perpanjangan tangan. Itu sebetulnya DPD RI lahir, sekarang kewenangannya dimandulkan,” paparnya.

Laode juga menilai GBHN merupakan suatu instrumen Pancasila untuk membangun peradaban Indonesia. Artinya, GBHN menjadi visi dan misi yang terarah dalam pembangunan nasional.

“Visinya adalah sebuah strategi maka amandemen ini seharusnya menyeluruh. Jika dulu di zaman Orde Baru ada oligarki kaum intelektual, saat ini oligarki pengusaha, memang bahaya oligarki pengusaha dan parpol bila banyak kepentingan. Sistem oligarki saat ini tidak memihak kepada rakyat tapi penyelenggara negara sehingga harus ada konsep yang kuat,” kata Laode Kamaluddin.(rid/den)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs