Sejumlah pendengar Radio Suara Surabaya melaporkan, belakangan ini mereka kembali menemukan maraknya lagi pengamen dan pengemis baik di perempatan lampu lalu lintas, di warung-warung, juga di angkutan umum.
Arif Rahman, misalnya, warga Babatan Rukun Surabaya mengatakan, ketika dirinya sedang berada di salah satu warung di kawasan Asemrowo Surabaya, dia dapati jumlah anak yang mengamen cukup banyak.
“Ini banyak sekali anak-anak kecil. Saya di warung duduk satu jam bisa lima sampai tujuh pengamen yang masuk. Ini di (warung) di sekitar Asemrowo,” katanya, Senin (23/8/2021).
Sutoro warga Dusun Sidomoro Gresik menyampaikan pengalamannya ketika menggunakan layanan bus antarkota (entah di masa pandemi atau sebelum pandemi). Dia sering mendapati keberadaan pengemis dan pengamen ini yang tidak pernah putus.
“Kalau di bus antarkota itu biasanya mereka sambung menyambung. Kadang kita penumpang butuh ketenangan,” ujarnya.
Sementara Hendra Pras, salah satu pendengar yang tinggal di Kupang Jaya menyampaikan, kalau pengamen atau pengemis itu tidak sampai mengganggu seseorang, dia berpendapat itu tidak masalah.
“Kalau enggak mengganggu, ya, enggak masalah. Kalau di TL (traffic light/perempatan lampu lalu lintas) sekitar Kupang Indah ini ada yang main angklung. Siapa pun boleh ngasih, enggak juga enggak apa-apa,” katanya.
Hendra memaklumi munculnya lagi para pengamen di jalanan. Karena menurutnya, para pengamen ini juga terdampak secara ekonomi akibat pandemi Covid-19. “Mereka juga butuh uang,” ujarnya.
Masalahnya akan berbeda ketika mendapati para pengemis dan pengamen seperti yang ditemui Michael Agung, pendengar SS yang tinggal di Puri Indah Sidoarjo, di masa pandemi seperti sekarang.
“Kemarin saya keluar kota naik bus dari Bungurasih ke Kediri. Lumayan banyak pengamen-pengamen yang nyanyi enggak pakai masker,” ujarnya.
Apa pun bentuknya, larangan bagi pengamen dan pengemis di Kota Surabaya sudah termuat dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2/2014 yang diperbarui dengan Perda 2/2021 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat (Trantibum).
Larangan untuk pengamen ada di Pasal 35 dan larangan untuk pengemis ada di Pasal 36 Perda 2/2014 yang tidak mengalami perubahan dengan adanya Perda 2/2021, sehingga tetap berlaku sampai sekarang.
Eddy Christijanto Kepala Satpol-PP Kota Surabaya mengakui, saat ini sebanyak 60 persen personel Satpol-PP Surabaya terkonsentrasi melakukan penanganan Covid-19 di Kota Pahlawan. Salah satunya di Rumah Sehat, baik di kelurahan maupun kecamatan.
Meski demikian, Eddy menegaskan, Satpol-PP Surabaya tetap akan melakukan penanganan dengan memenej personel Satpol-PP untuk tetap memantau lokasi-lokasi di mana pengamen dan pengemis itu biasa berada.
“Kalau untuk pengamen itu hampir setiap hari teman-teman dapat 2, kadang sampai 4 orang. Ada yang mandiri pakai ecek-ecek. Ada juga para pendekar sulak (mengelap kaca mobil dengan sulak agar dapat uang). Juga kelompok angklung. Semua akan kami amankan,” ujarnya.
Ketika Satpol-PP menangkap para pengemis dan pengamen, tindak pidana ringan (tipiring) akan diterapkan. Biasanya, kata Eddy, sidang di Pengadilan Negeri Surabaya untuk tipiring pengamen dan pengemis ini digelar setiap hari Kamis.
Kalau ada pengamen atau pengemis yang sudah pernah kena tipiring tertangkap lagi, pada saat itulah Satpol-PP akan membawa mereka ke Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Surabaya dan melakukan pembinaan selama lima hari.
Karena di masa pandemi Covid-19 ini ekonomi memang belum pulih, sementara kata Eddy, salah satu tugas Satpol-PP mendorong pemulihan ekonomi, sanksi administrasi berupa denda tidak diterapkan kepada mereka.
“Yang kami terapkan edukasi protokol kesehatan. Lalu satu yang perlu dipahami juga oleh masyarakat. Mereka ini enggak cari uang, mereka cari makan. Makanya kami edukasi supaya mereka bisa dapat makan bukan dengan cara mengemis,” katanya.
Apalagi, di dalam Perda Trantibum, larangan itu tidak hanya berlaku bagi orang-orang yang kerap dijumpai menjadi pengemis dan pengamen. Masyarakat juga dilarang memberikan uang kepada mereka, bahkan membeli barang dari para pedagang asongan di jalanan.
“Memang jumlahnya meningkat di masa pandemi ini, memanfaatkan keterbatasan personel kami juga mungkin. Makanya kami senang masyarakat turut melaporkan. Kami akan segera melakukan tindakan,” ujar Eddy.
Menurutnya, Satpol-PP Surabaya sudah punya daftar tempat-tempat seperti perempatan atau lokasi-lokasi di mana para pengamen berada. Setidaknya ada 20 lokasi yang dimiliki oleh Satpol-PP Surabaya, yang menjadi area wajib pemantauan.
Seiring melandainya kasus Covid-19, Eddy mengatakan, dirnya akan menarik sejumlah personel dari penangana Covid-19 untuk membantu penanganan trantibum seperti pengamen dan pengemis di Kota Pahlawan.
“Termasuk yang menjadi sasaran kami itu para penjual koran malam hari itu. Mereka yang menjual koran di atas pukul 17.00 WIB. Itu kami amankan kemudian kami edukasi. Karena. koran pagi dijual malam, itu yang mau membeli siapa?” Katanya.(den)