Vaksinasi di Jawa Timur terus digencarkan, khususnya vaksinasi untuk anak usia 12-17 tahun yang semakin masif dilakukan. Pemprov Jatim sudah menyiapkan 38.000 dosis vaksin untuk anak-anak di 38 kabupaten/kota. Sayangnya masih ada beberapa wilayah yang masyarakatnya menolak divaksinasi.
Seperti kisah Arsyad Habibillah, remaja asal Bangkalan yang berusia 16 tahun. Ia menuturkan betapa banyak tantangan bagi anak-anak di Pulau Madura, Jawa Timur untuk mendapat vaksin. Ada berbagai rintangan yang harus dihadapinya, termasuk dari keluarganya yang lebih percaya terhadap jamu-jamuan untuk menangkal Covid-19.
“Akhirnya saya cek kebenaran tentang vaksinasi, saya lihat website Kemenkes serta tanya-tanya ke teman yang sudah vaksinasi. Hasil pencarian itu, saya sangat yakin manfaat vaksinasi,” kata Habib, panggilan akrabnya, dalam SosEdu Anak Bangkalan dengan tema “Vaksinasi COVID-19 Benteng Pertahanan Bagi Anak” yang diselenggarakan secara virtual oleh Akatara JSA bersama UNICEF serta anak-anak Bangkalan, Selasa (10/8/2021).
Habib memilih tetap untuk divaksin karena yakin akan manfaatnya. Ia bahkan mengajak serta teman dan keluarganya untuk mau divaksin.
Sementara itu, Surokim Abdussalam Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) Universitas Trunojoyo Bangkalan mengatakan, pada masa pandemi seperti sekarang ini vaksinasi menjadi hal kunci untuk menciptakan kekebalan komunal (herd immunity). Kultur anak-anak di Madura adalah taat dan patuh pada orang tua, guru, dan kyai mereka.
”Untuk anak-anak dan remaja supaya mau divaksin dibutuhkan keteladanan dan restu dari orang tua. Ini sangat penting di Madura. Peran orang tua, tokoh agama dan tokoh masyarakat menjadi kunci dari kesuksesan vaksinasi anak di Madura,” ujar Surokim.
Ia melanjutkan, jika para orang tua dan tokoh-tokoh yang dihormati sudah menyerukan pentingnya vaksinasi maka tidak perlu lagi iming-iming pemberian sembako bagi yang mau divaksin. Termasuk juga pemaksaan administratif, karena kepatuhan di masyarakat bisa diarahkan.
Ditambahkan Dr. Dominicus Husada, dr. DTM&H.,MCTM(TP).,SpA(K) Kepala Divisi Penyakit Infeksi dan Pediatri Tropis, Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, hingga saat ini belum ada obat untuk Covid-19. Sehingga yang bisa dilakukan adalah dengan upaya pencegahan berupa protokol kesehatan 3M atau 5M serta vaksin.
Di tengah pandemi ini, kata dia, gerakan hoax masih perlu diwaspadai. Mereka ini memproduksi dengan kesadarannya sebuah informasi yang menyesatkan bagi masyarakat.
”Jadi kalau bertanya silakan pada orang yang tepat, jangan sampai informasi yang salah menjadi rujukan,” katanya.
Di sisi lain, Ermi Ndoen Kepala Perwakilan Kantor UNICEF Surabaya menjelaskan, ada banyak kreatifitas yang ditunjukan oleh anak-anak selama masa pandem Covid-19. Mereka tak hanya diam. Beberapa diantaranya juga terus membantu teman sebayanya maupun keluarganya melalui cara mereka yang unik, termasuk ajakan untuk menerapkan protokol kesehatan serta menerapkan 3M.
“Banyak kreatifitas anak yang muncul di tengah keterbatasan masa pandemi ini. Mereka ada yang membuat lagu, video, bernyanyi di berbagai ruang digital. Ini adalah semangat gotong royong yang terus terjaga,” kata Ermi.
Ia pun yakin, dengan spirit gotong royong yang dilakukan berbagai pihak bisa memunculkan harapan di masa pandemi. (man/tin/ipg)