Fenomena gelombang panas yang melanda sejumlah negara di benua Eropa dipastikan tidak terjadi di Indonesia.
Herizal Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi Geofisika (BMKG) memastikan itu.
“Di wilayah Indonesia tidak terjadi fenomena cuaca yang dikenal gelombang panas itu. Yang terjadi di wilayah Indonesia adalah kondisi suhu panas harian,” kata Herizal Deputi Bidang Klimatologi BMKG dilansir Antara, Minggu (1/8/2021).
Herizal mengatakan, Badan Meteorologi Dunia melaporkan, kejadian gelombang panas di wilayah Amerika Utara telah memecahkan beberapa rekor suhu tertinggi. Di antaranya di wilayah British Columbia Kanada setinggi 49,6 derajat Celcius dan 47,7 derajat Celcius di Phoenix Arizona.
Pada pertengahan Juni 2021 lalu, gelombang panas itu telah berdampak luas pada kehidupan manusia maupun ekosistem.
Pada pekan pertama Agustus 2021, kata Herizal, sedang berlangsung kejadian gelombang panas di Eropa yang diprediksi bisa mencapai suhu 40 hingga 45 derajat Celcius di wilayah Eropa Selatan.
Gelombang panas atau dikenal “heatwave” adalah fenomena cuaca di mana suhu udara panas terjadi lebih tinggi 5 derajat Celcius dari rata-rata suhu maksimum harian di wilayah setempat, dan berlangsung selama lima hari atau lebih secara berturut-turut.
Herizal mengatakan, fenomena gelombang panas ini biasanya terjadi di wilayah lintang menengah-tinggi seperti wilayah Amerika, Eropa dan Australia, dan terjadi pada wilayah yang memiliki massa daratan yang luas.
Secara dinamika atmosfer, kata Herizal, situasi itu dapat terjadi karena adanya udara panas yang terperangkap di suatu wilayah akibat anomali dinamika atmosfer yang mengakibatkan aliran udara tidak bergerak pada wilayah yang luas.
Misalnya saat terbentuknya sistem tekanan tinggi dalam skala yang luas dan bertahan cukup lama.
“Secara geografis, wilayah Indonesia berada di wilayah ekuatorial, sehingga memiliki karakteristik dinamika atmosfer yang berbeda dengan wilayah lintang menengah-tinggi,” katanya
Selain itu, kata Herizal, wilayah Indonesia juga punya karakteristik perubahan cuaca yang cepat.
“Dengan perbedaan karakteristik dinamika atmosfer itu, bisa dikatakan bahwa wilayah Indonesia tidak terjadi fenomena cuaca yang dikenal dengan gelombang panas,” katanya.
Dia bilang, umumnya gelombang panas terjadi di wilayah tropis, disebabkan kondisi cuaca cerah pada siang hari dan relatif menguat pada saat posisi semu matahari berada di sekitar ekuatorial.
Berdasarkan siklus tahunan, kata Herizal, posisi semu matahari berada di Belahan Bumi Utara (BBU) pada Maret sampai pertengahan September.
“Pada periode ini angin timuran yang identik dengan musim kemarau terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia,” katanya.
Berdasarkan hasil pengamatan BMKG, suhu maksimum pada 30 Juli 2021 tercatat antara 24,0-35,5 derajat Celcius.
“Suhu maksimum sekitar 24 derajat Celcius terjadi di bagian tengah Papua dan maksimum mencapai 35,5 derajat Celcius terjadi di Kalimarau, Berau,” katanya.
Kondisi suhu maksimum dengan kisaran tersebut, kata Herizal, masih berada pada kondisi normal, yang mana perubahan suhu maksimum harian masih bisa terjadi dalam skala waktu harian bergantung kondisi cuaca atau awan suatu wilayah.
Sampai akhir Juli 2021, sebagian besar wilayah Indonesia atau lebih dari 73 persen zona musim berada pada musim kemarau.
“Walau pun hujan secara sporadis masih berpeluang terjadi di sebagian wilayah, secara umum situasi awan akan cukup rendah pada siang hari,” katanya.
Herizal pub mengimbau masyarakat tetap mengantisipasi perubahan cuaca dengan meningkatkan daya tahan tubuh dan menjaga kesehatan diri, keluarga, serta lingkungan.(ant/tin/den)