Limbah medis yang bertambah signifikan seiring dengan lonjakan kasus Covid-19 di Tanah Air jadi masalah serius yang harus segera diselesaikan, untuk menghindari masalah baru.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sampai tanggal 27 Juli 2021, jumlah limbah medis di seluruh Indonesia mencapai 18.460 ton.
Limbah medis itu berupa infus bekas, masker medis, botol vaksin, jarum suntik, face shield, perban, dan hazmat. Kemudian, alat pelindung diri seperti pakaian medis, dan sarung tangan, lalu alat PCR/antigen, dan alcohol swab.
Berbagai barang bekas pakai tersebut masuk kategori bahan berbahaya dan beracun (B3).
Siti Nurbaya Bakar Menteri LHK mengungkapkan, limbah medis itu berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan, rumah sakit darurat, pusat karantina/isolasi, rumah isolasi mandiri, serta tempat uji deteksi dan vaksinasi Covid-19.
“Data jumlah limbah B3 medis Covid-19 itu dihimpun berdasarkan laporan dari tiap provinsi. Tapi, ada kemungkinan data yang kami terima belum lengkap. Sehingga, Kementerian LHK terus berupaya melakukan pemutakhiran data,” ujarnya dalam konferensi pers virtual pada Rabu (28/7/2021), sesudah rapat kabinet terbatas, di Jakarta.
Data perkiraan yang dihimpun asosiasi rumah sakit, lanjut Siti Nurbaya, limbah medis Covid-19 bisa mencapai 383 ton per hari. Sementara, kapasitas pengolah limbah B3 medis yang beroperasi sekarang mencapai 493 ton per hari.
Walau pun secara matematis kemampuan pengolah limbah B3 di Indonesia lebih tinggi dibandingkan limbah yang dikelola per hari, tapi penyebaran tempat pengolahannya tidak merata. Sebagian besar berada di Pulau Jawa.
Terkait persoalan itu, Joko Widodo Presiden, dalam rapat kabinet terbatas, menginstruksikan pengelolaan limbah medis Covid-19 segera ditangani secara intensif dan sistematis.
Pemerintah, kata Siti Nurbaya, mengalokasikan dana Rp1,3 triliun untuk mengatasi masalah limbah medis, salah satunya membuat sarana pembakaran limbah ramah lingkungan (insinerator).
“Untuk mempercepat ketersediaan fasilitas pengelolaan limbah medis di seluruh Indonesia, Presiden juga meminta dukungan fasilitas dan anggaran dari Satgas Penanganan Covid-19, dana transfer ke daerah, dan sumber pendanaan lainnya,” imbuhnya.
Pada kesempatan itu, Menteri LHK bilang, dari tahun 2020 pihaknya memberikan relaksasi kepada fasilitas pelayanan kesehatan untuk mengoperasikan insinerator yang belum berizin.
Kementerian LHK memperbolehkan insinerator yang belum punya izin beroperasi, dengan syarat suhunya 800 derajat celcius.
Lebih lanjut, Menteri LHK mengatakan sudah mengirim surat ke seluruh pemerintah daerah yang berisi larangan membuang limbah medis Covid-19 ke tempat pembuangan akhir.
Kalau sampai ada yang terbukti melanggar, Siti Nurbaya menyebut ada sanksi buat pemerintah daerah.(rid/tin/ipg)