Dokter Sutrisno, Sp.OG (K). Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur meminta kepala daerah, baik bupati, wali kota, juga gubernur tidak menutup-nutupi dan tidak takut melaporkan data riel kematian akibat Covid-19 di wilayahnya.
Permintaan Ketua IDI itu terkait adanya isu kejanggalan atau gap data kematian Covid-19 di Jawa Timur dengan data temuan sejumlah pihak di lapangan.
Salah satu yang dia tekankan, dan bisa diamati semua orang, adalah jumlah pemakaman di tempat-tempat pemakaman Covid-19 di sekitar, dibandingkan dengan jumlah kematian dalam data kematian harian yang dimiliki pemerintah.
Di Jawa Timur sendiri, terutama di Surabaya, menurutnya jumlah pemakaman baru, terutama dengan menerapkan protokol Covid-19, bisa 20-30 kali lipat dari data yang ada.
“Artinya begini. Data-data yang dipublikasi itu ada gap yang jauh dengan realitas yang dihadapi di fasilitas kesehatan (terutama rumah sakit) dan realitas dengan di masyarakat. Di masyarakat itu bisa dilihat dari jumlah kuburan baru itu, kan, bisa. Itu sesuatu yang secara kasat mata bisa diamati dan dibandingkan,” ujarnya.
Dia menjelaskan fakta yang terjadi di lapangan. Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit penuh. Pasien harus antre sehingga banyak yang meninggal di ambulans, IGD, bahkan di rumah karena tidak mendapat tempat di rumah sakit.
Fakta lain yang dia sebutkan adalah jumlah pemakaman baru dan juga lonjakan angka kesakitan dan kematian tenaga kesehatan yang menurut data yang dia miliki sangat signifikan pada bulan Juli 2021 ini.
“Mari kita bertindak berdasarkan ilmu pengetahuan. Artinya kalau memang ilmu pengetahuan ada sakit, ya, sakit. Kalau Covid, ya, Covid. Tidak usah takut. Karena faktanya seperti itu,” katanya kepada Radio Suara Surabaya, Selasa (27/7/2021).
Data rumah sakit di seluruh Indonesia, kata dia, telah terintegrasi dalam sistem laporan rumah sakit, sehingga bisa disimpulkan bahwa data di rumah sakit itu valid. Kemudian, data di makam juga valid karena tidak mungkin kepala makam membuat kuburan kosong lalu ditimbun lagi.
“Data primer itu valid. Sekarang larinya data itu jadi tidak valid, ke mana? Ini yang saya tidak bisa komentar. Data di hulu itu valid, lalu di atas kertas berubah. Bencana ini tidak main-main. Bagi kami ini sangat-sangat mengerikan,” ujarnya.
Dokter Sutrisno lantas mengingatkan bahwa data yang valid bisa digunakan untuk memetakan wilayah yang paling berat dan menjadi landasan pengambilan keputusan yang tepat.
“Mari kita atasi daerah yang berat dan kita libatkan semua instrumen di daerah itu sehingga mereka sadar dan kompak mengatasinya. Kalau data itu jujur, kita dapat menghadapi (pandemi) bersama-sama. Masyarakat akan ikut serta karena melihat masalahnya ada di depan mata,” katanya.(iss/den)