Pemerintah Kota Surabaya menggencarkan penyediaan Rumah Sehat sebagai tempat isolasi Pasien Covid-19 tanpa gejala di setiap kelurahan. Sebagian warga Kota Pahlawan menolak kebijakan ini.
Sejak beberapa waktu lalu, Pemkot meminta seluruh Camat, Lurah, juga Lembaga Ketahanan Masyarakat Kelurahan (LKMK), berkoordinasi menyediakan Rumah Sehat di setiap kelurahan.
Rumah Sehat yang memanfaatkan fasilitas umum itu ditujukan untuk menjadi tempat isolasi pasien Covid-19 tanpa gejala (OTG) demi mengantisipasi penyebaran Covid-19 dari klaster keluarga.
Namun, belakangan ini beredar video penolakan sejumlah warga terkait alih fungsi gedung sekolah dasar (SD) di salah satu kelurahan di Kota Surabaya untuk menjadi Rumah Sehat Covid-19.
Menanggapi hal itu, Febriadhitya Prajatara Kepala Bagian Humas Pemkot Surabaya mengatakan, pemerintah akan terus berupaya untuk mengomunikasikan hal itu kepada warga.
Dia meyakinkan, penentuan sebuah lokasi atau gedung menjadi Rumah Sehat tidak dilakukan sembarangan. Melainkan berdasarkan asesmen kelayakan yang sudah dilakukan sebelumnya.
“Tempat itu kan harus dilihat dan diasesmen, tidak serta merta (jadi Rumah Sehat). Dilihat secara keilmuan juga. Kepala wilayah juga harus menjelaskan penularannya seperti apa. Toh nanti ada penjaganya, penyemprotan disinfektan rutin,” kata Febri kepada Radio Suara Surabaya, Minggu (25/7/2021).
Febri menjelaskan, ada sejumlah kasus yang mana awalnya Camat, Lurah, dan warga sudah sepakat mendirikan Rumah Sehat. Tapi belakangan penolakan muncul karena warga menilai lokasi atau gedung yang digunakan memiliki akses yang tidak memadai jika sewaktu-waktu pasien diangkut menggunakan mobil ambulans.
Kemudian warga dan pemangku wilayah mencari gedung yang representatif untuk digunakan sebagai tempat isolasi terpadu itu, mulai dari dari Gedung Serba Guna, Gedung Olah Raga, hingga sekolah.
Alasan sekolah menjadi opsi tempat Rumah Sehat, kata Febri, karena sekolah punya banyak ruangan dan kamar mandi. Selain itu, sekolah saat ini tidak digunakan masih berlaku pembelajaran jarak jauh.
“Saat dilihat, terjadi komunikasi, dan melihat yang representatif, itu sekolah. Tapi warga bilang, tidak serta merta bisa digunakan karena bangunan itu lama tidak dipakai. Akhirnya warga gotong-royong untuk membersihkan,” ujarnya.
Febri menambahkan, saat ini sudah beberapa Rumah Sehat yang beroperasi. Namun diakuinya, sebagian yang lain masih perlu kelengkapan sarana dan prasarana.
“Saat ini beberapa sudah ada yang keterisiannya 90 persen. Sekarang tahapannya melengkapi sarana prasarana karena beberapa sarpras-nya harus terpenuhi dulu,” imbuhnya.
Selain bertujuan untuk mengantisipasi penyebaran dari klaster keluarga, Rumah Sehat juga menjadi solusi bagi warga yang menjalani isolasi mandiri tapi kurang pemantauan.
Sebelumnya, Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya menyatakan, Rumah Sehat ini seharusnya didirikan di tingkat RW. Namun karena keterbatasan tempat dan jumlah satgas, terbentuklah di tingkat kelurahan dengan memanfaatkan fasilitas umum sebagai lokasi isolasi mandiri.
Menurutnya, apabila satu orang dalam kelurahan itu ada yang terpapar kemudian melakukan isoman di rumah maka anggota keluarga lainnya yang tinggal satu rumah tanpa disadari berpotensi tertular.
Dia menegaskan bahwa Rumah Sehat ini bukanlah seperti rumah sakit pada umumnya. Rumah Sehat ini khusus bagi warga terpapar dengan kondisi tanpa gejala yang hanya diperuntukkan bagi warga dari satu kelurahan itu saja.
Hal ini supaya puskesmas maupun para satgas dapat melakukan kontrol lebih mudah dan terarah, sehingga masyarakat yang terjangkit Covid-19 diharapkan bisa segera pulih.(tin/den)