Setelah tujuh bulan menjalani proses pemulihan pasca tragedi bom Surabaya pada Mei lalu, aktivitas di Gereja Santa Maria Tak Bercela (SMTB) Surabaya kembali normal. Seperti hari ini, Selasa (25/12/2018), ribuan jemaat berdatangan melaksanakan Misa Natal 2018.
Ari Setiawan warga Ngagel yang mengaku sudah empat tahun bekerja sebagai penjaga gereja SMTB. Dia termasuk korban tragedi bom yang menimpa gereja tempatnya bekerja. Akibat kejadian itu, dia mengalami trauma dan luka di bagian wajah, mata, bibir serta punggungnya.
Dia harus menjalani operasi kecil dan perawatan secara intensif selama 13 hari di RSAL Surabaya. Sebagai seorang muslim, Ari mengaku sangat terluka melihat saudaranya dari umat nasrani menjadi korban ideologi yang menyimpang.
“Waktu kejadian saya lagi jaga, terus kena serpihan-serpihan di bagian wajah, bibir sobek, lalu mata dan punggung juga luka. Terus terang saya sebagai umat muslim sedih atas kejadian itu. Karena umat lain lagi ibadah, kok, malah berbuat kayak gitu,” kata Ari.
Ari mengaku, sampai saat ini dia masih menyimpan rasa trauma. Bahkan, dia sempat dilarang oleh keluarganya untuk kembali bekerja sebagai penjaga gereja pasca insiden bom tersebut. Tapi berkat dukungan moril pihak gereja dan kelompok umat lainnya, dia memantapkan diri untuk kembali bekerja.
Menjadi penjaga gereja adalah mata pencaharian yang saat ini bisa dia lakukan. “Ya kalau trauma sih ada. Tapi berkat bimbingan moril dari semuanya saya kerja lagi. Sempat dilarang sama keluarga karena takut. Tapi ya gimana lagi, sudah kerja disini. Mau kerja dimana lagi,” kata dia.
Dia berharap, perayaan natal di gereja tempatnya bekerja ini bisa berjalan dengan nyaman dan aman seterusnya dan kejadian teror bom seperti yang sudah terjadi tidak terulan lagi. “Harapan saya, natal sekarang kalau bisa lebih aman. Jangan sampai ada teror lagi,” tambahnya.
Sementara itu, Kristin (31) mahasiswi yang juga salah satu jemaat gereja SMTB mengaku perayaan natal kali ini lebih nyaman. Ini diperkuat dengan adanya petugas gabungan yang berjaga di sekitaran gereja.
Dia pun juga tidak memungkiri, sempat ada perasaan takut untuk kembali ke gereja. Namun, dengan niat ibadah yang tinggi dan keyakinan terhadap Tuhan, Kristin memantapkan diri untuk berangkat merayakan misa Natal 2018.
Baginya, teror bom yang terjadi di Surabaya beberapa waktu lalu bukan hal pertama yang dia alami. Perempuan asal Bandung ini juga pernah mengalami hal serupa di kota kelahirannya.
“Sempat takut, tapi ya namanya ibadah. Umur dan kematian di Tangan Tuhan. Sebenarnya kejadian kemarin bukan pertama bagi saya, dulu di Bandung juga pernah. Saya percayakan semua kepada Tuhan,” kata dia. (ang/tin)