Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang diperpanjang hingga 25 Juli berdampak pada para pekerja di pusat perbelanjaan karena harus tutup lebih lama.
Menanggapi hal itu, Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) meminta pemerintah bisa memberikan subsidi gaji sebesar 50 persen untuk para pekerja di mal.
“Kami berharap pemerintah bisa membantu subsidi gaji pegawai sebesar 50 persen kurang lebih, subsidi ini tidak perlu diberikan kepada pusat belanja tapi bisa langsung diberikan kepada para pekerja melalui misalnya BPJS Ketenagakerjaan ataupun mekanisme lain,” kata Alphonzus Widjaja Ketua APPBI seperti yang dilansir dari Antara, Rabu (21/7/2021)
Menurut Alphonzus, bantuan subsidi gaji akan sangat membantu pengusaha mal untuk mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK), karena pusat belanja sama sekali tak bisa beroperasi setelah muncul kebijakan PPKM Darurat sejak 3 Juli 2021.
Alphonzus mengatakan saat ini para pekerja di pusat perbelanjaan sebagian sudah dirumahkan meski masih dibayar penuh. Dirumahkannya karyawan karena pusat belanja masih harus ditutup seiring dengan kebijakan PPKM.
“Tahap kedua, kalau PPKM diperpanjang, pekerja akan dirumahkan dengan gaji tidak dibayar penuh dan opsi terakhir adalah PHK. Ini tergantung seberapa lama PPKM berlangsung. Kami berharap opsi ketiga ini tidak harus terjadi,” katanya.
Alphonzus juga berharap pemerintah bisa memberikan relaksasi dan subsidi lainnya seperti listrik, gas, pajak reklame hingga pajak bumi dan bangunan (PBB).
Menurutnya, biaya-biaya tersebut harus ditanggung pengusaha dengan besaran yang sama. Padahal pusat perbelanjaan tidak diperkenankan untuk buka.
“Kami sepenuhnya mendukung kebijakan pemerintah, tapi kami juga harap pemerintah bisa bantu pusat perbelanjaan. Pada saat PPKM ini pun kami harus banyak beri bantuan kebijakan ke penyewa karena mereka tidak bisa operasi, tapi di sisi lain banyak biaya yang dibebankan tetap harus ditanggung, nilainya tidak berubah meski pusat belanja tutup,” ujarnya.
Kondisi ini menurut Alphonzus akan berdampak pada keuangan perusahaan yang semakin berat. Sejak tahun 2020 perusahaan telah menggunakan dana cadangan untuk menopang operasional.
“Memang benar sebelum lonjakan kasus positif, di semester satu 2021 kondisi sudah lebih baik dari 2020 tapi di semester satu kemarin hanya boleh operasi 50 persen jadi tetap defisit. Jadi setelah tidak punya dana cadangan, memasuki 2021 tanpa dana cadangan kondisinya masih defisit ditambah PPKM,” ungkapnya.
Alphonzus menilai kebijakan PPKM tidak hanya berdampak kepada pusat perbelanjaan atau penyewa saja tetapi juga banyak usaha nonformal di sekitarnya, mulai dari warung kecil, ojek, kos-kosan hingga parkir yang memang bergantung dari para pekerja di mal.
“Selama pusat perbelanjaan tutup mereka kehilangan pelanggannya, para pekerja di pusat belanja,” katanya.(ant/frh/dfn)