Sabtu, 23 November 2024

Epidemiolog Sebut Vaksinasi Bukan Solusi Jangka Pendek Bagi Indonesia, Butuh Perang Semesta

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Ilustrasi. Vaksinasi lansia di Kota Surabaya. Foto: istimewa

Menggenjot pelaksanaan vaksinasi, bukanlah solusi jangka pendek saat Indonesia sedang bergelut dengan lonjakan kasus Covid-19 yang sangat tinggi. Ini dikarenakan tingkat vaksinasi di Indonesia masih jauh dari jumlah vaksinasi yang seharusnya untuk mencapai herd immunity atau kekebalan komunitas.

Hal itu disampaikan oleh dr. Windhu Purnomo Pakar Epidemiologi yang juga merupakan Tim Kajian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair pada Radio Suara Surabaya, Jumat (16/7/2021) pagi.

Dikutip dari laman covid19.go.id yang dipantau suarasurabaya.net pada Jumat (16/7/2021) pagi, tingkat vaksinasi di Indonesia baru 39.628.803 untuk dosis pertama dan 15.810.099 orang untuk dosis kedua. Sedangkan target sasaran vaksinasi nasional sebanyak 208.265.720 orang.

Menurut dr. Windhu, untuk mengejar jumlah vaksinasi, Indonesia tidak bisa berdiri sendiri karena stok vaksin bergantung pada luar negeri. Sehingga untuk mencapai 70 persen angka vaksinasi masih membutuhkan waktu.

“Vaksinasi ini belum sepertiga dosis yang kita punyai untuk herd immunity. Kita masih butuh 100an juta dosis untuk itu. Walaupun datang bantuan (vaksin) dari luar negeri, paling hanya 10 jutaan (dosis), dan itu untuk solusi jangka pendek belum tercapai,” jelas dr. Windhu.

Sedangkan saat ini, yang paling diperlukan adalah solusi cepat untuk menekan “hulu” penularan, dan satu-satunya cara adalah dengan menekan mobilitas hingga 70 persen.

Angka 70 persen tersebut menurut dr. Windhu sama dengan perhitungan vaksinasi untuk kekebalan komunal. Saat 70 persen masyarakat berdiam di rumah, maka virus akan sulit untuk berpindah inang dan melakukan transmisi (penularan).

Kombes Pol Gatot Repli Handoko Kabid Humas Polda Jatim pada Senin (2/7/2021) lalu mengatakan, penurunan mobilitas masyarakat Jawa Timur belum signifikan. Selama 10 hari penerapan PPKM Darurat, penurunan mobilitas di Jawa Timur hanya berkisar 30 persen.

Dokter Windhu berpendapat, perlu adanya revisi dalam aturan PPKM Darurat mengenai larangan mobilitas dalam masyarakat. Jika tidak ada pengetatan aturan PPKM Darurat yang bisa menekan mobilitas masyarakat secara signifikan, maka penurunan kasus Covid-19 tidak akan tercapai.

“Kebijakan yang harus dilihat itu substansinya, isinya direvisi. Belum ada larangan mobilitas. Percuma kalau PPKM ini dilanjutkan terus tapi tidak penurunan mobilitas tidak sesuai yang seharusnya,” ujarnya.

Namun dr. Windhu mengakui, pelarangan mobilitas memang harus disertai dengan bantuan yang cukup dari pemerintah. Artinya, saat pemerintah menghentikan pergerakan masyarakat, maka pemerintah mampu memenuhi kebutuhan masyarakat setiap harinya.

“Cuma kan begini, kalau pusat menyetop mobilitas harus ada kompensasi. Harus ada bantuan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan solidaritas sosial harus terbangun. Jadi harus saling membantu jadi ini memang dibutuhkan perang semesta,” ujarnya.(tin/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs