Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan sejumlah permasalahan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2020.
BPK membagi permasalahan itu dalam dua klaster, yang terkait dan yang tidak terkait pelaksanaan Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN).
Agung Firman Sampurna Kepala BPK mengungkapkan, sedikitnya ada enam masalah yang tidak terkait PCPEN.
“Pertama, pelaporan beberapa transaksi pajak belum lengkap menyajikan hak negara minimal Rp21,57 triliun dan 8,26 juta Dollar AS, serta kewajiban negara minimal Rp16,59 triliun sesuai basis akuntansi akrual, serta saldo piutang kedaluarsa belum diyakini kewajarannya sebanyak Rp1,75 triliun,” ujarnya di Istana Negara, Jakarta, Jumat (25/6/2021).
Masalah kedua, penganggaran pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja di luar Program PCPEN pada 80 Kementerian/Lembaga minimal Rp15,58 triliun belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan.
Ketiga, realisasi pembiayaan dan pemindahbukuan dari rekening Bendahara Umum Negara (BUN) berupa Dana Abadi Penelitian Kebudayaan dan Perguruan Tinggi sebanyak Rp8,99 triliun, dititipkan pada rekening Badan Layanan Umum (BLU), lembaga pengelola dana pendidikan karena pengaturan terkait pengelolaan dana tersebut belum ditetapkan.
“Kemudian yang keempat, penatausahaan piutang pajak pada Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan belum memadai,” imbuhnya.
Kelima, terdapat ketidakjelasan atas status tagihan penggantian dana talangan pengadaan tanah Proyek Strategis Nasional (PSN) oleh badan usaha yang tidak lolos verifikasi berdasar laporan hasil verifikasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Problem keenam, pemerintah belum menetapkan pedoman perhitungan kewajiban jangka panjang atas program pensiun.
Atas permasalahan yang dimuat dalam laporan hasil pemeriksaan tersebut, BPK merekomendasikan kepada pemerintah untuk menindaklanjutinya dengan melakukan perbaikan pengelolaan dan pertanggungjawaban APBN di tahun yang akan datang.(rid/dfn/den)