Sejak ditetapkan sebagai desa wisata oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klungkung, Bali, Desa Tihingan belum memiliki dokumen perencanaan fisik dan konsep desa wisata. Untuk memaksimalkan potensi alam dan industri di desa tersebut, sivitas akademika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) sajikan program Kuliah Kerja Nyata Pengabdian Masyarakat (KKN Abmas) selama empat bulan.
Prof. Dr. Ketut Buda Artana ST. MSc., Ketua tim Abmas Desa Tihingan, mengungkapkan bahwa Tihingan telah kondang akan potensi keindahan alamnya. “Lebih dari itu, Desa Tihingan juga dikenal sebagai pusat pengrajin gamelan Bali di tingkat nasional hingga internasional,” terang Ketut, sapaan Prof. Dr. Ketut Buda Artana ST. MSc., Senin (21/6/2021).
Mengusung tema Penguatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Melalui Pengembangan Unit Bisnis Wisata Alam Dan Budaya Di Desa Tihingan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung-Bali, kegiatan ini diikuti 15 mahasiswa dan sembilan dosen lintas departemen. “Sebelumnya, kami telah mengadakan pembukaan sekaligus survei yang digelar selama empat hari,” tambah guru besar Teknik Sistem Perkapalan ITS tersebut.
Usai melakukan survei selama empat hari dengan melibatkan wakil dari Universitas Pendidikan Ganesha (Undhiksa) dan Universitas Warmadewa, Tim KKN ITS menemukan beberapa potensi konsep desa wisata yang akan dicoba lebih lanjut. “Diantaranya adalah Eduwisata Merdeka Belajar (EMB) dan Fasilitas Jogging/Tracking/Cycling yang akan memanfaatkan kealamian dan keindahan alam setempat,” tambah Ketut.
Konsep EMB ini digadang-gadang akan memanfaatkan kearifan lokal. Pasalnya, sarana rumah yang dimiliki oleh warga desa akan digunakan sebagai homestay dan dalam kerangka pembelajaran di ruang terbuka akan diakui sebagai credit earning ataupun pemenuhan kegiatan kurikuler bagi siswa SD, SMP, SMA maupun perguruan tinggi.
Materi menyoal budaya, kesenian, pertanian, hingga peternakan akan menjadi konten utama dalam proses pembelajaran di alam terbuka. Selain itu, kegiatan ini akan dibimbing oleh instruktur lokal yang umumnya merupakan guru-guru yang berasal dari desa setempat. “Peserta eduwisata akan melakukan eksplorasi dalam konten tertentu dan akan diakomodasi dalam homestay yang dimiliki oleh penduduk dan dikelola BUMDes,” lanjut Ketut.
Untuk itu, penetapan standar pelayanan homestay, standar kebersihan, standar kurikulum merdeka belajar serta standar penyediaan makanan dan lainnya akan dirancang dan diajarkan kepada para instruktur melalui program pelatihan berjenjang.
Kegiatan ini, lanjut Ketut, akan menghasilkan luaran berupa masterplan Pengembangan Desa Wisata yang terdiri dari perencanaan infrastruktur dan desain ruang, perencanaan digital marketing, pembuatan sistem informasi manajemen, dan unit bisnis perdagangan untuk BUMDes. “Selain itu kami juga akan menghibahkan hardware dan software-nya, menyusun model bisnis dan kajian keekonomian serta merencanakan infrastruktur ICT pendukungnya,” tambah Ketut.
Penyusunan dokumen tersebut diharapkan dapat terselesaikan pada Oktober mendatang. Begitu halnya dengan sosialisasi langsung kepada stakeholders di Desa Tihingan yang juga akan dilaksanakan di bulan yang sama setalah melalui diskusi virtual untuk memastikan bahwa masterplan desa wisata yang disusun dalam KKN Abmas ini sesuai dengan harapan, kapasitas, serta kondisi sosial budaya yang ada.
Guna menjamin bahwa inisiatif desa wisata dan program yang direncanakan tidak akan berdampak pada kondisi sosial, budaya, adat dan nilai-nilai yang diusung masyarakat setempat, serangkaian pemetaan sosial (social mapping) dilaksanakan secara komprehensif melalui wawancara dan diskusi bersama perwakilan pemerintahan desa, tokoh dan masyarakat.
Selama kegiatan ini, Focus Group Discussion (FGD) antara tim KKN Abmas dengan kelompok sadar wisata (pokdarwis), pengelola BUMDes, serta tokoh masyarakat dilaksanakan setiap malam. “Diskusi ini kami lakukan secara terbuka sehingga beberapa aspirasi dari semua komponen masyarakat dapat dijaring secara langsung,” ujar Ketut.
Di sela-sela kegiatan KKN Abmas tersebut, Tim ITS sempat dikunjungi oleh Wakil Ketua DPRD Gianyar sekaligus tokoh masyarakat Gianyar I Gusti Ngurah Anom Masta, untuk memberi arahan terkait desa wisata. “Bahkan kami ditawarkan untuk melakukan benchmarking ke Kabupaten Gianyar dan akan difasilitasi untuk melihat tata kelola dan tata perencanaan desa wisata di Gianyar,” tutup Ketut antusias.
Ketut menegaskan bahwa keberhasilan program ini bergantung pada kerja cerdas serta komunikasi yang efektif dan terbuka antara Tim KKN Abmas ITS dengan pemangku kepentingan di Desa Tihingan. “KKN ini merupakan bentuk riil dari konsep Merdeka Belajar, sehingga diharapkan menjadi model yang digunakan sebagai salah satu implementasi berbagai jenjang sekolah di Indonesia,” pungkas Ketut.(tok/ipg)