Sabtu, 23 November 2024

SPSI Jatim Kurang Setuju dengan SE Wali Kota Surabaya bagi Pekerja Komuter

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Salah satu Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kota Surabaya saat membuat masker. Foto: Humas Pemkot Surabaya

Ahmad Fauzi Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jatim menyatakan kurang setuju dengan tergesa-gesanya Wali Kota Surabaya menerbitkan  Surat Edaran Nomor 443/6745/496.8.4/2021 tentang Antisipasi Penyebaran Covid-19 Akibat Mobilitas atau Perjalanan Pekerja/Karyawan Keluar Masuk Kota Surabaya.

Serikat pekerja menyadari beban wali kota cukup berat untuk mencegah kasus Covid tidak naik di Surabaya, tapi Surat Edaran ini cukup mengagetkan.

“Kami menyadari itu harus dilakukan oleh Bapak Wali Kota, tapi saya mohon jangan terlalu tergesa-gesa mengambil sikap. Apakah kajian itu cukup akademis, mendalam, atau hanya sekadar reaksi atas kepanikan Bapak Wali Kota terhadap situasi perkembangan ini. Kami mohon kajian akademis,” ujarnya saat mengudara di Radio Suara Surabaya, Minggu pagi (20/6/2021).

Meskipun Covid varian delta mulai memporakporandakan situasi nasional, serikat pekerja kurang setuju pekerja harus tes swab tiga hari sekali. Sebab nyawa dan ekonomi harus berjalan beriringan.

“Nyawa menjadi nomor satu orientasi kita, ekonomi juga. Harus kita sinkronkan antara nyawa dan ekonomi. Kalau nyawa lalu kita bikin aturan begitu tergesa-gesa saya khawatir berimbas pada ekonomi. Dunia usaha saya pastikan akan jatuh, jatuh sejatuh-jatuhnya. Sebagaimana kita ketahui enam bulan terakhir perekonomian Surabaya dan Jawa Timur sudah mulai terangkat. Oleh karena itu semua kalangan harus membantu tumbuhnya perekonomian,” kata Fauzi.

Apalagi pengusaha diperintahkan untuk melaporkan pekerjanya apakah terkonfirmasi Covid-19 atau tidak. Menurut Fauzi, ini menambah pekerjaan baru bagi perusahaan yang sedang fokus menggenjot industri, menggenjot produksi, bagaimana membantu pemerintah, bagaimana mempertahankan kehidupan perusahaan agar tetap survive dalam perkembangan situasi lesunya ekonomi akhir-akhir ini.

Opsi work from home (WFH) juga bukan solusi. “Kalau pekerja kantoran, ini masih logis. Bekerja dari rumah lebih baik. Tapi rata-rata perusahaan di Surabaya adalah padat industri. Fauzi mencontohkan Sampoerna di Rungkut, puluhan ribu manusia mempertahankan kehidupan, mengais rejeki di sana, tidak mungkin diterapkan tiga hari sekali dilakukan swab. Bagaimana kita menata mereka? Apakah ini tidak mengganggu?,” katanya.

Arahan pemerintah provinsi dan pusat untuk melakukan social distancing dan memakai masker, dirasa serikat pekerja lebih efektif ketimbang kebijakan swab tiga hari sekali bagi pekerja komuter dan yang keluar masuk Surabaya, juga kewajiban pendataan pekerja terkonfirmasi Covid oleh perusahaan. Fauzi lantas mengajak pemerintah, dunia usaha, dan pekerja untuk menaati protokol kesehatan yang berlaku.

“Kepada dulur-dulur saya, saudara saya, teman saya yang ada di luar kota bekerja menuju ke perusahaan di Kota Surabaya, apakah dari Lamongan, Gresik, Sidoarjo, Pasuran, dan sebagainya, taati protokol kesehatan dengan baik. Hindari bersentuhan dan jangan berkerumun. Itu sudah menjadi pakem kita untuk kita lakukan setiap hari. Dan terakhir harus bermasker. Ini yang lebih efektif. Swab tiga hari sekali bukan jaminan dia tidak berkumpul dengan orang banyak,” ujar Fauzi.

Saat ini serikat pekerja tengah mendiskusikan opsi menyampaikan aspirasi secara langsung kepada Pemerintah Kota Surabaya.(iss/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs