Jumat, 22 November 2024

Korban Kekerasan Seksual Berharap Ada Evaluasi Menyeluruh di Sekolah SPI

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Arist Merdeka Sirait (tengah) Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) bersama dua orang korban dugaan kekerasan seksual, fisik, verbal, dan eksploitasi ekonomi Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) dalam jumpa pers di Kota Batu, Jawa Timur, Sabtu (19/6/2021). Foto: Antara

Salah seorang korban dugaan kekerasan seksual yang terjadi di Sekolah Menengah Atas (SMA) Selamat Pagi Indonesia (SPI) berharap adanya evaluasi secara penuh untuk menghindari kejadian serupa di kemudian hari pada lingkungan sekolah.

Bunga, bukan nama sebenarnya, didampingi Arist Merdeka Sirait Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) sangat berharap tidak ada lagi kasus kejahatan luar biasa di lingkungan sekolah.

“Jadi, yang kami harapkan adalah segera berhenti peristiwa ini. Benar-benar ada evaluasi, perbaikan, untuk seluruh boarding school yang ada di Indonesia,” kata Bunga dalam jumpa pers di Kota Batu, Jawa Timur, Sabtu (19/6/2021).

Pada 29 Mei 2021, Komnas PA melaporkan temuan dugaan kejahatan luar biasa ke Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur. Kekerasan itu, diduga dilakukan oleh Pendiri Sekolah SPI berinisial JE.

Pendiri sekolah itu dituding melakukan kekerasan seksual, fisik, verbal, serta eksploitasi ekonomi terhadap puluhan siswa.

Laporan kepada pihak berwajib dilayangkan setelah Komnas PA mendapatkan laporan dari sejumlah terduga korban dan melakukan investigasi.

Bunga berharap pelaku kekerasan seksual, kekerasan fisik, dan verbal, termasuk eksploitasi ekonomi terhadap anak di Sekolah SPI bisa segera diproses hukum dan diadili.

Menurut Bunga, evaluasi secara menyeluruh tersebut suatu keharusan, mengingat masih banyak anak yang bersekolah di Sekolah SPI.

Jika praktik-praktik kekerasan itu tidak dihentikan, kata dia, jumlah korban akan terus bertambah.

“Ini bukan untuk kepentingan pribadi. Justru kami sebenarnya melihat bagaimana nasib adik-adik kami yang ada di dalam. Karena jika tidak dihentikan, akan ada korban lain,” kata Bunga seperti dilansir Antara.

Sementara itu, Arist Merdeka Sirait Ketua Komnas PA mengatakan, para korban tidak ada keinginan untuk menutup Sekolah SPI, tetapi perlu ada evaluasi menyeluruh terkait pengawasan dan proses belajar mengajar.

“Saya kira, pesan dari saksi korban, bukan untuk menutup Sekolah SPI. Dari peristiwa ini, perlu evaluasi karena sekolah itu dibutuhkan,” ujar Arist.

Arist berharap Sekolah SPI ke depan bisa menjadi makin baik. Namun, pelaku kejahatan luar biasa tidak bisa diberi kompromi. Pelaku harus dihukum sesuai dengan peraturan yang berlaku.

“Jadi, ada evaluasi maka diharapkan sekolah itu akan makin baik. Akan tetapi, pelaku kejahatan itu tidak ada kompromi dan tidak ada kata damai, harus dihukum sesuai perbuatannya,” kata dia.

Hingga saat ini, sudah ada 14 saksi korban yang telah melakukan visum terkait dengan dugaan kasus kekerasan seksual di Sekolah SPI tersebut. Polda Jatim dalam waktu dekat akan melakukan pemeriksaan terhadap terduga pelaku.

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Batu mencatat 29 laporan yang masuk usai posko pengaduan tersebut dibuka di Kota Batu. Laporan tersebut telah disampaikan ke Polda Jatim.

Di lain pihak Recky Bernadus Surupandy Kuasa Hukum JE sebagai terlapor dalam laporan dugaan kekerasan terhadap anak di Sekolah SPI bersikeras, tuduhan itu harus dibuktikan.

Dia meminta semua pihak menahan diri dan menghormati proses hukum yang berjalan dengan tidak mengeluarkan pendapat atau opini yang dapat berdampak negatif terhadap kliennya.

Di sisi lain, dia mengaku siap mendampingi JE dalam proses hukum yang berlaku sesuai ketentuan perundang-undangan dengan tidak berdiam diri. Pihaknya juga sedang mengumpulkan bukti-bukti.(ant/tin/den)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs