Aktivitas Gunung Anak Krakatau (GAK) di perairan pantai selatan, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, masih terus ditandai erupsi dengan mengeluarkan ratusan kali letusan dalam sehari, demikian kesaksian warga setempat.
“Kalau berapa kalinya saya tidak menghitung, tapi ada ratusan kali dalam sehari,” kata Samaun salah satu warga Desa Way Muli Timur, di Lampung Selatan, Sabtu (29/12/2018).
Ia mengatakan, erupsi yang dikeluarkan GAK terbanyak pada malam hari. Bahkan sejak terjadinya bencana tsunami, GAK lebih sering mengeluarkan erupsi dari biasanya.
“Kalau malam kelihatan jelas, sampai ada kilatan petirnya,” kata dia dilansir Antara.
Dampak dari erupsi yang dikeluarkan GAK seperti debu vulkanik. Sebarannya belum sampai wilayah daratan Lampung Selatan, namun yang dirasakan oleh warga sekitar hanya berupa getaran.
“Kalau debu belum, mungkin karena anginnya juga ke arah sana (barat). Tapi kalau getarannya terasa seperti kaca rumah bisa bergetar akibat erupsi yang dikeluarkan GAK,” kata dia.
Fajri, warga Desa Way Muli lainnya menjelaskan, erupsi yang dikeluarkan GAK sudah terjadi sejak lama. Namun baru-baru ini, sejak terjadinya tsunami, GAK mengeluarkan erupsi dibarengi dengan semburan percikan api.
“Akibat erupsi terus menerus, mungkin telah menyebabkan terjadinya tsunami. Padahal tidak ada gempa. Biasanya kan gempa dulu,” kata dia.
Sementara itu, suara gemuruh masih terus terdengar dari eruspi Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda.
Dr Daryono Kepala Bidang informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam keterangan pers Jumat (28/12/2018) menyebutkan suara tersebut sumbernya dari aktivitas GAK.
GAK yang statusnya sudah ditingkatkan dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III), masih mengalami erupsi yang diiringi suara gemuruh. Bersama suara gemuruh tersebut, sensor gempa BMKG mendeteksi getaran.
Sensor seismik BMKG yang berada di Liwa, merekam getaran bersamaan dengan suara gemuruh yang terdengar oleh petugas BMKG Stasiun Geofisika Liwa, Lampung Barat, pada 25 Desember sekitar pukul 22.00 WIB dan 26 Desember pukul 20.40 WIB.
Beberapa warga Lampung pada 25 dan 26 Desember mendengar suara gemuruh. Demikian pula warga yang masih bertahan di Pulau Sebesi, gugusan pulau di Selat Sunda yang dekat dengan GAK.
Andi Suardi Kepala Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau di Hargopancuran, Kecamatan Bakauheni, Lampung Selatan juga menyatakan suara gemuruh hingga Rabu dini hari masih terdengar dari GAK.
BMKG bersama Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terus memantau aktivitas GAK dan dampaknya serta meminta warga tetap tenang namun waspada.(ant/tin/ipg)