Senin, 25 November 2024

Suko Widodo: Pendidikan Literasi Media Kita Gagal Total

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Suko Widodo Pengamat Komunikasi Politik sekaligus Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga. Foto: Istimewa

Warganet Indonesia menempati peringkat ke-29 dari 32 negara dengan tingkat kesopanan yang paling rendah di Asia Tenggara menurut riset Microsoft. Suko Widodo Pakar Komunikasi Politik dan Dosen Komunikasi Unair menilai, hal itu dikarenakan literasi media di Indonesia, bisa dikatakan, gagal total.

Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan, jumlah pengguna ponsel pintar mencapai 167 juta orang atau 89% dari total penduduk Indonesia. Hal itu didorong oleh tarif internet yang murah. Sayangnya, kemajuan dan akses teknologi itu tidak dibarengi dengan literasi media secara utuh.

“Di beberapa negara dilakukan secara mikro, misalkan para orang tua yang bukan pengguna internet dikumpulkan di posyandu lalu dikenalkan. Kita kan tidak. Masyarakat diberikan alat dan dibiarkan. Mereka belajar sendiri tanpa panduan,” kata Suko kepada Radio Suara Surabaya, Jumat (18/6/2021).

Belum lagi, pembelajaran secara daring memunculkan risiko anak-anak yang mengakses informasi yang bukan kapasitas mereka. Sedangkan kurangnya pendampingan orang tua, membuat anak-anak gampang terjemurus dalam konten adiktif dan negatif.

“Bayangkan di masa pandemi, anak-anak sekolah daring, kemudian internet menghadirkan informasi yang bukan takarannya. Menurut saya pendidikan media kita gagal. Bukan hanya gagal, tapi gagal total,” lanjutnya.

Ia menyadari, tanggung jawab bermedia sosial merupakan tanggung jawab semua masyarakat. Namun, ia menyayangkan peran lembaga pemerintah, yang literasi media sosialnya hanya hanya berorientasi pada sektor pemerintahan.

“Baik departemen komunikasi seharusnya menjadi garda terdepan. Namun departemen itu kan (fokus media sosialnya) pemerintahan, bukan kerakyatan. Saya cek, ini akan bahaya sekali,” lanjutnya.

Menurut Suko, media sosial di Indonesia, selama ini lebih banyak digunakan secara subyektif dan lebih banyak membawa ranah privat ke ruang publik. Hanya sedikit dari masyarakat yang menggunakan media sosial secara optimal untuk sektor produktif.

Ia menambahkan, banyaknya UMKM di Indonesia, namun hanya 13% yang menggunakan media sosial untuk sektor produktif. Artinya, masyarakat belum melakukan transformasi digital dan penggunaan teknologi lebih banyak tersalurkan untuk non produktif.

Apalagi banyaknya berita bohong (hoax) yang beredar memperlihatkan bahwa literasi masyarakat terhadap media masih kurang. Alhasil, keriuhan media sosial terjadi dimana-mana tanpa mengetahui kebenaran informasi sesungguhnya.

“Kalau zaman sekarang, istilahnya virus ketemu viral. Kemudian yang terjadi hoax tinggi dan tidak ada satu lembaga yang kuat yang menjadi sumber informasi. Saya cukup memuji Suara Surabaya yang masih teguh dalam hal ini dan memiliki trust yang cukup tinggi. Karena sekarang ini pengetahuan bermedia kita sangat lemah,” ujarnya.(tin/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Senin, 25 November 2024
26o
Kurs