Syaiful Huda Ketua Komisi X DPR RI menilai, maksud pernyataan Joko Widodo Presiden terkait pembelajaran tatap muka terbatas adalah untuk melindungi peserta didik dan guru dari ancaman Covid-19.
Di sisi lain, Presiden juga mendorong supaya tahun ini anak-anak bisa kembali belajar di sekolah, dengan adaptasi kebiasaan baru, menerapkan protokol kesehatan ketat.
Menurut Huda, tidak ada yang salah dari keinginan Jokowi, pembelajaran tatap muka maksimal dua hari dalam sepekan, durasi pembelajaran dua jam sehari, dan peserta paling banyak 25 persen dari total murid.
Sementara itu, Mendikbudristek, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Kesehatan sudah menerbitkan surat keputusan bersama (SKB) terkait pembelajaran tatap muka.
Dalam SKB empat menteri itu, pembelajaran tatap muka dibatasi maksimal 50 persen dari total peserta didik, dan bisa dilaksanakan setiap hari.
“Di balik statement Presiden itu sebenarnya ada makna apa pun yang terjadi, pembelajaran tatap muka harus digelar walau pun serba minimalis dua hari dalam seminggu, dua jam sehari, dan tren penambahan kasus Covid-19 meningkat lagi minggu-minggu ini,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (12/6/2021).
Sekadar informasi, kegiatan pembelajaran tatap muka di sekolah rencananya akan kembali dimulai pada bulan Juli 2021, bertepatan tahun ajaran baru.
Pembelajaran tatap muka akan dilakukan secara bertahap, sesuai kesiapan masing-masing daerah menerapkan protokol pencegahan Covid-19 dan tingkat pengendalian penyebaran kasus.
Kementerian Dikbudristek dan Kementerian Agama sudah menerbitkan Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Tatap Muka di masa pandemi Covid-19.
Namun, peserta didik yang ikut pembelajaran tatap muka terbatas harus mendapat persetujuan tiap orangtua atau wali murid.
Selain itu, pihak sekolah juga harus tetap melaksanakan pembelajaran jarak jauh (daring), untuk peserta didik yang tidak mendapat izin belajar tatap muka.(rid/den)