Sabtu, 23 November 2024

38 Tahun Suara Surabaya, Radio Harus Terus Merangkul Warga

Laporan oleh Dhafintya Noorca
Bagikan
Logo 38 tahun Suara Surabaya Media.

Memeringati ulang tahun yang ke-38, Radio Suara Surabaya (SS) berbincang dengan Prof. Rachmaida Dosen Ilmu Komunikasi Fisip Unair Surabaya dalam program wawasan untuk terus menumbuhkan “ruang” bagi publik untuk besuara.

“Keberadaan SS sebagai media bisa menjadi “ruang” bagi publik untuk bersuara, inilah yang kemudian bisa jadi payung bagi kepentingan-kepentingan individual yang sebenarnya juga adalah kepentingan publik.” ujarnya pada Jumat (11/6/2021).

“Apa yang disampaikan oleh warga misalnya isunya, persoalannya, bukan tidak mungkin jadi persoalan bersama karena kami tidak mau bicara. Apa yang dilakukan oleh seorang warga bisa jadi penyelamat bagi warga lain, itu adalah kontribusi yang luar biasa,” ungkapnya.

Ruang Siaran Radio Suara Surabaya, Jumat (11/6/2021) Foto: Farah suarasurabaya.net

Rachmadia mengungkapkan keberadaan warga dalam media begitu penting yang diwujudkan melalui konsep jurnalisme warga. Media, termasuk SS harus memberi suara kepada warga yang diam.

“Jurnalisme warga itu adalah sebenarnya konsep yang mengikuti perkembangan teknologi, ketik ada teknologi maka siapapun bisa menulis story tentang kejadian dari apa yang mereka lihat,” paparnya.

Sejak tahun 90-an, SS sudah menerapkan konsep jurnalisme warga dalam radio yang dipelopori oleh mendiang Errol Jonathans Direktur Utama SS Media. Dalam diskusinya dengan mendiang, konsep radio ini tidak pernah ada dalam konsep-konsep radio yang ada di Indonesia maupun di luar Indonesia dan menjadi keunggulan SS yang harus terus dipertahankan.

“Nah konteks jurnalisme warga itu jadi konsep neigborhood watch, jadi kita mencoba watch bagi tetangga-tetangga kita, bukan untuk tetangga sebelah rumah saja, tapi kita menjadi warga yang besar yaitu warga dari Surabaya dan warga dari Indonesia,” ungkapnya.

Sehingga menurutnya, yang pertama, upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan konsep itu ialah SS harus menjadi motor bagi pemberdayaan literasi media pada masyarakat, misalnya dengan menunjukkan bagaimana konten-konten infromasi itu tidak hoax.

“Yang kedua tentu saja SS paling tidak menyosialisasikan dalam siarannya tidak perlu secara intens, misal menerima telepon dari ini itu lalu bagian gate keeper melakukaan konfirmasi, itu sebenarnya sudah mendidik pada masyarakat, oh bahwa kalau kita menyampaikan informasi tapi informasi itu keliru, itu ada banyak pintunya, itu sudah mengajari kepada warga sehingga warga menerima informasi tidak ditelan saja tapi mereka melakukan konfirmasi,” ucapnya.

Menurutnya, SS ini radio yang multiple ways, artinya SS bisa mengaitkan berbagai pihak hanya dengan satu isu, termasuk warga. Ini merupakan upaya menyatukan yang tidak bisa dilakukan yang lain. Invovlement ini mencoba untuk menghubungkan sekaligus tentang konsep network society yang tidak hanya dilakukan oleh cyber media tapi juga media konvensional.

“Jadi saya appreciate sekali dengan konsep-konsep yang sudah dibangun, saya harapkan memang SS bisa membangun konsep-konsep yang bisa bernapas lagi,” ucapnya.

Ia juga yakin jika mampu merangkul audience, melibatkan warga untuk lebih dekat dengan media maka akan muncul kedekatan antara media dan warga serta mampu membuat sebuah media bertahan di tengah perkembangan teknologi yang pesat dan persoalan ekonomi bisnis.

“Kalau radio membangun kebersamaan, kita merasa butuh masyarakat,” tambahnya.(dfn/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs