Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan delapan orang tersangka korupsi proyek pengadaan air minum dari 20 orang yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di Jakarta Jumat (28/12/2018).
Empat orang di antaranya pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), sedangkan empat lainnya dari swasta.
Masing-masing di antaranya Anggiat Partunggal Nahot Simaremare Kepala Satuan Kerja Sistem Pengadaan Air Minum Strategis (SPAM) Lampung/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Meina Waro Kustinah PPK SPAM Katulampa, Teuku Moch Nazar Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat, dan Donny Sofyan Arifin PPK SPAM Toba 1.
Sedangkan empat tersangka dari pihak swasta, Budi Suharto Direktur Utama PT Wijaya Kusuma Emindo, Lily Sundarsih Direktur PT Wijaya Kusuma Emindo, Irene Irma Direktur PT Tashida Sejahtera Perkasa, dan Yuliana Enganita Dibaya Direktur PT Tashida Sejahtera Perkasa.
“Sesudah menemukan cukup bukti permulaan dan gelar perkara, KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan delapan orang sebagai tersangka,” kata Saut Situmorang Wakil Ketua KPK, Sabtu (29/12/2018) malam, di Kantor KPK, Jakarta Selatan.
Berdasarkan pemeriksaan, empat tersangka dari Kementerian PUPR terindikasi mengatur lelang proyek pembangunan sistem penyediaan air minum tahun anggaran 2017-2019 di beberapa daerah, antara lain Umbulan 3-Pasuruan, Lampung, Toba 1 dan Katulampa. Dua proyek lainnya adalah pengadaan pipa HDPE di Bekasi, dan daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.
Saut Situmorang mengatakan, proses lelang diatur sedemikian rupa supaya dimenangkan PT Wijaya Kusuma Emindo dan PT Tashida Sejahtera Perkasa yang ternyata perusahaan milik orang yang sama.
“PT WKE (Wijaya Kusuma Emindo) diatur untuk mengerjakan proyek bernilai di atas Rp50 miliar, sedangkan PT TSP (Tashida Sejahtera Perkasa) diatur untuk mengerjakan proyek bernilai di bawah Rp50 miliar,” ungkapnya.
Pada tahun anggaran 2017-2018, kedua perusahaan itu memenangkan 12 paket proyek dengan total nilai Rp429 miliar. Proyek terbesar adalah pembangunan SPAM di kota Bandar Lampung dengan nilai mencapai Rp210 miliar.
KPK juga berhasil mengidentifikasi adanya fee yang wajib disetor kedua perusahaan pemenang lelang ke pejabat Kementerian PUPR yang jumlahnya mencapai 10 persen dari nilai proyek.
Dua perusahaan itu diminta memberikan sejumlah uang pada proses lelang. Sisa fee diserahkan pada saat pencairan dana dan penyelesaian proyek.
“Fee tersebut kemudian dibagi 7 persen untuk kepala satuan kerja, dan 3 persen untuk pejabat pembuat komitmen,” imbuh Saut.
Anggiat Partunggal Nahot Simaremare diduga menerima Rp350 juta dan 5 ribu Dollar AS untuk pembangunan SPAM Lampung, dan Rp500 juta untuk pembangunan SPAM Umbulan 3, Pasuruan Jawa Timur.
Kemudian, Meina Woro Kustinah terindikasi mendapat Rp1,42 miliar dan 22.100 Dollar Singapura untuk pembangunan SPAM Katulampa.
Lalu, Teuku Moch Nazar diduga menerima Rp2,9 miliar untuk pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan Donggala, Palu. Dan, Donny Sofyan Arifin mendapat Rp170 juta untuk pembangunan SPAM Toba 1.
Dari OTT, penyidik KPK menemukan barang bukti berupa uang tunai mencapai total sekitar Rp3,8 miliar, dengan rincian Rp3,3 miliar, 23.100 Dollar Singapura, dan 3.200 Dollar AS.
Sekitar Rp1,8 miliar barang bukti ditemukan di dalam kardus, dan ada sekitar Rp700 juta yang ditemukan di rumah pejabat Kementerian PUPR. (rid/den)