Puluhan ribu buruh migran yang pulang ke tanah air, khususnya Jawa Timur (Jatim), terus berdatangan. Ombudsman RI Jatim meminta Pemprov mengawasi lebih ketat pelaksanaan masa karantina para buruh migran. Tujuannya, mencegah buruh migran menjadi media penularan virus Covid-19 dari luar negeri.
Agus Muttaqin Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jatim mengatakan, pengawasan ketat dapat dilakukan dengan menerapkan standarisasi pelayanan publik sesuai pasal 15 UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
‘’Harapannya, buruh migran tidak menjadi korban maladministrasi saat pulang ke tanah air selama masa pandemi,’’ kata Agus saat menerima kunjungan Anis Hidayah Kepala Pusat Riset dan Studi Migrasi Migrant Care di kantornya di Jalan Ngagel Timur, Surabaya, Kamis (3/6/2021).
Menurut Agus, laporan maladministrasi terkait buruh migran masuk dalam substansi ketenagakerjaan. Pada 2020, ada 19 laporan ketenagakerjaan (5 persen) dari total 408 laporan yang masuk ke Ombudsman Jatim.
Pada 2021, Ombudsman belum menerima pengaduan maladministrasi selama masa kepulangan buruh migran. Meski demikian, bukan berarti pihak terkait telah menyelenggarakan pelayanan publik dengan baik.
‘’Bisa jadi buruh migran enggan melapor karena belum tahu keberadaan kami (Ombudsman) selaku pengawas pelayanan publik,’’ jelasnya berdasarkan keterangan tertulis yang diterima suarasurabaya.net.
Selain itu, bisa jadi buruh migran menoleransi praktik-praktik maladministrasi karena bagian dari tradisi bertahun-tahun.
Agus menambahkan, bentuk maladministrasi yang dapat terjadi pada kepulangan buruh migran selama masa pandemi, antara lain, tidak memberikan pelayanan (karantina), permintaan uang alias pungli, dan penundaan berlarut.
‘’Kalau ada buruh migran yang mengalami praktik-praktik seperti itu, silakan melapor ke kami. Ombudsman akan menindaklanjuti,’’ ujar dia. Nomor hotline pengaduan di Ombudsman Jatim 081515015000 dan 08111263737.
Pemprov Jatim mewajibkan karantina bagi buruh migran sejak 27 April lalu. Upaya mitigasi tersebut berhasil menemukan buruh migran yang terjangkit Covid-19. Hingga 1 Juni lalu, 12.171 buruh migran masuk ke Surabaya lewat Bandara Internasional Juanda. Setibanya di bandara, buruh migran dibawa ke lokasi isolasi di Asrama Haji Sukolilo, gedung diklat Kementerian Agama di Ketintang, dan 20 hotel yang bekerja sama dengan pemprov.
Setelah isolasi selama dua hari, para buruh migran dengan hasil tes PCR negatif akan diserahkan ke pemerintah kota atau kabupaten asal mereka. Namun jika hasil PCR mereka positif, para buruh migran itu akan dirawat di Rumah Sakit Lapangan Indrapura, Surabaya.
Di tempat sama, Anis Hidayah mengakui, para buruh migran rawan menjadi korban maladministrasi. Yakni, gaji tidak sesuai harapan, gagal berangkat, dan penipuan saat magang. ‘’Itu pada masa keberangkatan dan saat buruh migran berada di luar negeri. Kalau masa kepulangan, bisa jadi ada buruh migran yang lolos tidak menjalani karantina,’’ ujar Anis.
Menurut dia, dari banyak maladministrasi, pungli merupakan modus yang paling banyak terjadi. Pihak terkait masih saja melakukan pungli kepada buruh migran. Padahal, pemerintah sudah memiliki program zero cost dalam penempatan dan pemulangan buruh migran. ‘’Sebab itu, kami berharap Ombudsman bisa menindaklanjuti setiap pengaduan maladministrasi yang korbannya para buruh migran,’’ kata Anis.(tin/iss)