Sabtu, 23 November 2024

Lewat Buku, Ketua MPR RI Tegaskan Pentingnya Pokok-Pokok Haluan Negara

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
bambang-soesatyo-ketua-mpr-ri Bambang Soesatyo Ketua MPR RI. Foto : istimewa

Bambang Soesatyo Ketua MPR RI mengatakan, Indonesia perlu memiliki Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai bintang penunjuk arah yang dapat memberikan kepastian keberlanjutan dan kesinambungan antara pusat dan daerah, serta antara satu periode pemerintahan ke periode pemerintahan berikutnya.

Tanpa PPHN, kata Bambang, Indonesia seperti kapal besar yang berlayar di tengah samudera tapi tidak punya kompas sebagai penunjuk arah. Kalau itu terjadi, akan terjadi pula ketidakjelasan, mau berlayar ke mana Indonesia?

“Makanya diperlukan PPHN, agar tujuan Indonesia sebagaimana diamanatkan konstitusi, yakni terwujudnya negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika, bisa segera terwujud,” ujarnya.

Pemikiran-pemikirannya itu, kata dia, tertuang di dalam buku “Cegah Negara Tanpa Arah”. Buku ke-19 yang dia tulis dan dia luncurkan hari ini, Jumat (28/5/2021). Di buku itu, kata pria yang akrab disapa Bamsoet, termuat penjelasan lengkap tentang perlunya restorasi haluan negara dalam paradigma Pancasila, sekaligus reposisi haluan negara sebagai wadah aspirasi rakyat.

buku-bamsoet
Buku “Cegah Negara Tanpa Arah” karya ke-19 Bambang Soesatyo Ketua MPR RI. Foto: Farid suarasurabaya.net

Turut hadir dalam peluncuran buku itu sebagai narasumber antara lain Arif Satria Rektor Institut Pertanian Bogor sekaligus Ketua Forum Rektor Indonesia, Didin Damanhuri Ketua Dewan Pakar Brain Society Center, dan Irman Putrasidin Pakar Hukum Tata Negara.

Bamsoet menjelaskan, keberadaan PPHN akan menggambarkan capaian besar yang ingin diraih Indonesia dalam 50 sampai 100 tahun ke depan. Presiden, gubernur, bupati/wali kota terpilih bertugas menjabarkan teknis cara pencapaian arah besar Indonesia yang terangkum dalam PPHN. Dengan demikian, visi misi calon presiden, gubernur, dan bupati/wali kota akan merujuk kepada PPHN sebagai visi misi negara.

“Tidak ada lagi proyek mangkrak, atau proyek pembangunan yang dikerjakan serampangan. Seperti yang beberapa hari ini dikeluhkan Presiden Jokowi, banyak program pemerintah daerah yang tidak sinkron dengan program pemerintah pusat. Misalnya, ada pembangunan waduk, tetapi tidak ada irigasinya. Ada pelabuhan, tetapi tidak ada akses jalan,” jelasnya.

Arif Satria Rektor IPB sekaligus Ketua Forum Rektor Indonesia bilang, pada proses transisi demokrasi, isu mendesak yang perlu diselesaikan Indonesia adalah arah pembangunan nasional. Dia melihat perencanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah dan pemerintah pusat belum sinkron. Karena daerah punya visi misi sendiri.

“Singapura yang negara kecil saja memiliki perencanaan pembangunan yang matang. Bahkan mereka menargetkan, pada 2030 nanti 30 persen kebutuhan pangannya bisa mereka penuhi sendiri. Padahal mereka tidak punya lahan pertanian memadai. Sebuah hal yang kelihatannya mustahil, tapi mereka bisa menjawabnya,” ujar Arif.

Dalam forum itu, Didin Damanhuri Ketua Dewan Pakar Brain Society Center menyatakan, pola pembangunan yang saat ini mengandalkan visi misi presiden terpilih, yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), menjadikan tingkat komprehesivitas, partisipasi stakeholder dan legitimasi mandat rakyat terhadap platform pembangunan menjadi rendah.

Untuk itu, perlu pola pembangunan mengacu yang mengacu kepada PPHN. “Sehingga akan jauh lebih mendalam kontennya. Jauh lebih luas partisipasi para elit strategisnya, serta jauh lebih legitimate mandat rakyatnya terhadap platform pembangunan,” katanya.

Sekadar informasi, selain buku “Cegah Negara Tanpa Arah”, Bamsoet juga sudah menerbitkan berbagai buku. Antara lain “Mahasiswa Gerakan dan Pemikiran” (1990); “Kelompok Cipayung, Pandangan dan Realita” (1991); “Ekonomi Indonesia 2020” (1995); “Skandal Gila Bank Century” (2010); “Perang Perangan Melawan Korupsi” (2011); “Pilpres Abal-Abal Republik Amburadul” (2011); dan “Republik Galau” (2012).

Kemudian, “Skandal Bank Century di Tikungan Terakhir” (2013); “Presiden dalam Pusaran Politik Sengkuni” (2013); “5 Kiat Praktis Menjadi Pengusaha No.1″ (2013); I”ndonesia Gawat Darurat” (2014); “Republik Komedi 1/2 Presiden” (2015); “Ngeri Ngeri Sedap” (2017); “Dari Wartawan ke Senayan” (2018); “Akal Sehat” (2019); “Jurus 4 Pilar” (2020); “Solusi Jalan Tengah” (2020); dan “Save People Care for Economy” (2020). (rid/den)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs