Jumat, 22 November 2024

Tim ITS Rancang JPO Ramah Difabel

Laporan oleh J. Totok Sumarno
Bagikan
Rancangan tim mahasiswa ITS Surabaya untuk JPO ramah Difabel. Foto: Humas ITS Surabaya.

Tiga mahasiswa Teknik Infrastruktur Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya lakukan inovasi rancang jembatan penyeberangan orang ramah difabel terdorong minimnya fasilitas tersebut.

Mengusung Sustainable Design, tim yang dijuluki CT Generation II ini menekankan empat aspek dalam rancangan JPO yang ramah difabel dan lingkungan ini.

Para mahasiswa tersebut Nafi Maula Abdullah, M Ali Burhan dan Afif Argadipa Alfiansyah, tergabung dalam CT Generation II, dan bekerja sesuai pembagian tugas, dimana Nafi Maula Abdullah dan M Ali Burhan mengerjakan perhitungan, sedangkan Afif Argadipa Alfiansyah merancang desain jembatan.

Dengan cara itu, mereka berhasil menyelesaikan karyanya dalam waktu dua minggu.

Ketua tim, Nafi Maula Abdullah, menjelaskan aspek pertama yang mereka tekankan adalah kenyamanan.

Jika biasanya akses JPO hanya ditunjang dengan tangga, Ia dan dua kawannya membangun lantai miring pengganti tangga untuk memudahkan akses difabel.

Lantai ini dibuat dengan kemiringan 20 derajat, sesuai dengan peraturan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). “Kami tidak menggunakan lift karena biaya pembangunannya tidak ekonomis,” terang Nafi.

Uniknya, lanjut Nafi, di samping fungsi utamanya untuk menyeberang, jembatan ini juga dirancang untuk dapat memanen energi terbarukan dengan memanfaatkan kedua musim yang ada di Indonesia.

Tak kurang dari delapan buah panel surya terpasang di atas atap jembatan untuk membendung panas matahari pada musim kemarau.

Adapun untuk musim hujan, mereka meletakkan turbin pada talang air yang nantinya akan digerakkan oleh air hujan. “Energi yang tersedia di alam akan diubah menjadi listrik, sistem ini mampu mencapai efisiensi hingga 60 persen,” tambah Nafi.

Dengan dibantu M Ali Burhan atau yang biasa disapa Ali, Nafi membuat analisa perhitungan struktur jembatan yang ekonomis.

Mereka menggunakan profil baja WF 400 yang dimensinya tidak terlalu besar, namun tetap kuat untuk memikul besarnya beban.

“Sempat bingung sebenarnya saat akan menentukan profil baja, akhirnya kami pilih baja itu dengan lendutan (lekukan ke bawah, red) sekitar tiga sentimeter,” kata Ali Burhan.

Tak ketinggalan, aspek biologis turut mereka sertakan dalam rancangan ini. Tingginya polusi pada udara jalan raya ditekan dengan cara menanam tanaman Lidah Mertua.

Tanaman ini juga memiliki bunga yang mekar pada malam hari, dan ini terbukti efektif untuk menyedot polusi udara.

Selain itu, untuk memanjakan pengguna mereka juga meletakkan bunga Seulanga atau Kenanga di sepanjang jembatan. “Bunga asal Aceh ini kami pilih karena memiliki bau yang khas,” tambah Ali.

Kerja keras Nafi dan tim selama dua minggu tersebut kini telah membuahkan hasil. Desain jembatan garapan mereka tersebut telah berhasil menyabet juara dua pada kompetisi Lomba Gambar Teknik Nasional yang diselenggarakan Politeknik Negeri Malang.(tok/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs