Dwikorita Karnawati Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menilai berdasarkan hasil survei yang dilakukan pihaknya, jalur evakuasi tsunami di pesisir Jawa masih belum memadai.
“Jalur evakuasi tsunami hampir sebagian besar masih belum memadai. Meski BMKG sudah mengeluarkan peringatan dini, tetapi belum memadai untuk evakuasi,” ujar Dwikorita dalam konferensi pers daring yang dipantau dari Jakarta, Jumat (21/5/2021) malam.
Dwikorita menjelaskan jalur evakuasi tsunami di pesisir Jawa masih terpotong aliran sungai dan belum ada jembatan. Aliran air sungai pada saat tsunami terjadi dapat memperburuk dampaknya.
Selain itu, masih ada jalur evakuasi yang terlalu jauh. Sehingga bila terjadi tsunami pendek akan tidak memungkinkan bagi upaya penyelamatan diri.
Dwikorita mengatakan Pusat Studi Gempa Nasional membuat patokan skenario terburuknya bahwa gempa pesisir Jawa dapat mencapai magnitudo 8,7 berdasarkan kejadian di masa lalu.
Oleh karena itu, Dwikorita menekankan perlu mengantisipasi dengan tepat dengan menyiapkan sarana prasarana untuk evakuasi mandiri gempa dan tsunami, dan Pemda harus memfasilitasi jalur evakuasinya.
“Kalau ada sungai, disiapkan jembatan penyeberangan, lokasi tinggi untuk menghindari tsunami, kemudian menahan gelombang tinggi dengan vegetasi,” ujar dia seperti yang dilansir Antara.
Dalam kesempatan yang sama M Sadly Deputi bidang Geofisika BMKG mengimbau pemerintah daerah untuk siaga dan waspada, serta membenahi masyarakat agar paham yang dapat dilakukannya saat mengevakuasi diri.
“Mulai dari jalur evakuasi yang tertib. BMKG melakukan monitoring, serta upaya mitigasi karena kalau gempa ini tidak bisa kita tahan, harus berproses dan perlu kesiapsiagaan kita untuk antisipasi hal yang tidak diinginkan,” ujar Sadly.
Sebelumnya, Bambang Setiyo Prayitno Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG menjelaskan bahwa gempa yang berpusat di sebelah tenggara Kabupaten Blitar, Jawa Timur, pada Jumat (21/5/2021) pukul 19.09 WIB terjadi akibat aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia.
“Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi menengah akibat subduksi Lempeng Indo-Australia yang menujam Lempeng Eurasia,” kata Bambang Setiyo Prayitno dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
BMKG semula menyatakan gempa yang pusatnya berada di laut sekitar 57 kilometer arah tenggara Kabupaten Blitar pada kedalaman 110 kilometer itu magnitudonya 6,2 namun kemudian memutakhirkannya menjadi 5,9.
Menurut hasil monitor BMKG, hingga pukul 20.00 WIB terjadi dua kali gempa bumi susulan dengan magnitudo 3,1 dan 2,9 setelah gempa dengan magnitudo 5,9 di Blitar.
Berdasarkan data yang sudah masuk ke BMKG, gempa tidak berpotensi menimbulkan tsunami dan menyebabkan kerusakan ringan pada beberapa bangunan fasilitas umum dan rumah warga.(ant/tin/ipg)